Minggu, 11 Juli 2010

Padi

I. PENDAHULUAN


A. Peranan Padi/Beras
Padi merupakan tanaman bahan makanan terpenting di dunia, terutama bagi penduduk di negara-negara Asia. Perlu diketahui bahwa 70-80 % penduduk dari negara-negara di Asia memanfaatkan padi/beras sebagai bahan makanan pokok. Padahal penduduk Asia sendiri jumlahnya lebih dari separoh penduduk dunia, sehingga wajarlah apabila padi/beras mempunyai fungsi ekonomi yang sangat penting. Hal ini terbukti bahwa apabila ada kenaikan harga beras, kadang-kadang diikuti pula dengan kenaikan upah buruh atau barang-barang yang lain.
Disamping mempunyai fungsi ekonomi, padi/beras juga mempunyai fungsi sosial, karena sering dipergunakan dalam upacara-upacara keagamaan, perkawinan, pembuatan bubur merah putih dan lain-lain.
Dibanding dengan bahan makanan lain yang berasal dari sebagian rumput-rumputan maka padi/beras juga mempunyai nilai makanan per satuan unit yang lebih tinggi. Nilai makanan per satuan unit untuk beras adalah 86,09 %. Nilai untuk jagung, gandum dan kentang masing-masing adalah 82,97 %, 82,54 % dan 23,24 %.
Disamping mengandung protein, di dalam beras juga mengandung mineral- mineral lain seperti Ca, P, Fe dan vitamin A, B1, B2, thiamine, riboflavin serta niacin. Dari padi juga masih dihasilkan hasil tambahan yaitu “katul” yang merupakan selaput kulit biji padi. Dalam katul ini mengandung 13,6% protein, 14,3% lemak dan vitamin B yang kandungannya mencapai 10-20 kali kandungan vitamin B pada kacang hijau. Mengingat nilai gizi yang tinggi dari katul ini maka banyak dimanfaatkan sebagai bahan dalam industri cat, karet syinthetis dan rayon. Sedang hasil gilingannya dapat dipakai untuk bahan campuran dalam membuat sabun dan kosmetik.
Jerami padi yang merupakan batang dan daun padi juga masih dapat dimanfaatkan untuk membuat karung, pakaian, kertas, alat-alat kerajinan dan lain-lain.
Dari lembaga makanan rakyat diberikan bahwa penduduk Indonesia perlu makanan berupa karbohidrat sebesar 1900 kalori per jiwa per hari atau 160 kilogram kalori per jiwa per tahun. Hal ini berarti bahwa tiap penduduk Indonesia harus menyediakan jumlah sebesar ini adalah merupakan tantangan yang cukup berat bagi pemerintah. Salah satu faktor yang menyebabkan ialah adanya kenaikan produksi padi yang tidak seimbang dengan kenaikan jumlah penduduk. Oleh karena itu sebagai jalan tengah untuk mengatasi akan kekurangan kalori ini, pemerintah mengambil suatu kebijaksanaan mengimpor beras dari luar negeri. Keadaan seperti ini adalah merupakan suatu kerugian, karena apabila produksi beras dalam negeri sudah dapat menjamin kebutuhan penduduk, maka akan berarti :
1. Dapat mengimport barang– barang lain yang lebih berharga.
2. Tidak akan menggantung diri kepada negara lain apabila pada suatu waktu mengalami bencana.
3. Keadaan ekonomi akan stabil dan keamanan akan lebih terjamin.
4. Petani sendiri akan lebih untung karena akan mempertinggi daya beli mereka.

B. Sejarah Tanaman Padi.
Sejarah tanaman padi sama tuanya dengan sejarah kebudayaan Tiongkok dan sudah diberitakan semenjak 5000 tahun sebelum masehi. Jadi termasuk tanaman yang tertua di dunia. Menurut RAMIAH (1951), asal tanaman padi adalah India, Asia Tenggara, Tiongkok, Indo China. Pendapat ini didasarkan kepada adanya variasi yang sangat besar di dalam bentuk-bentuk tanaman padi yang diusahakan orang di sana maupun jenis-jenis padi yang tumbuh secara liar.
Pada dasarnya dapat dibedakan dua pusat asal tanaman padi, yaitu :
1. Asia, yang merupakan pusat asal dari species Oryza sativa L dan Oryza fatua Koening.
2. Afrika, yang merupakan pusat asal dari species Oryza glaberrima Steud dan Oryza stapfii Roachev.
Menurut beberapa sumber cerita, padi sudah ditanam di Tiongkok semenjak 2822 tahun sebelum Masehi dan pada waktu itu tanaman padi mendapat kehormatan karena hanya dapat ditanam oleh raja. Menurut RITTER (1832), diduga bahwa pada permulaannya padi ditanam di daerah Tiongkok Selatan membujur ke barat sampai ke India yaitu sampai di daerah sungai Indus. Apabila berdasarkan nyanyian-nyanyian Sansekerta, maka penanaman padi mula-mula adalah di Tiongkok. Akan tetapi penanaman padi di India juga berkembang sendiri, artinya tidak berasal dari Tiongkok.
Dari Tiongkok tanaman padi meluas kearah Timur, yaitu ke Jepang pada 1700 tahun sebelum Masehi dan kemudian ke Philipina. Hal ini didasarkan adanya bentuk- bentuk teras di lereng-lereng yang curam di pulau Luzon yang menunjukkan bahwa orang- orang Philifina telah lama mengenal tanaman padi.
Sedang dari Indian tanaman padi meluas ke India Belakang dan Indo China. Akan tetapi tanaman padi di daerah Tongkin adalah berasal dari Tiongkok karena adanya persamaan dalam cara penanamannya. Ceylon mengenal tanaman padi pada tahun 500 sebelum Masehi yang berasal dari India. Kemudian tanaman padi meluas kearah Barat melalui Persia, Mesopotamia, Mesir, Afrika Timur dan Madagaskar. Bangsa Eropa mengenal tanaman padi pada waktu raja Alexander Yang Agung menyerang India dan pada waktu kembalinya ke Eropa membawa tanaman padi. Akan tetapi padi baru ditanam di Eropa setelah bangsa Arab menjajah Spanyol. Dari Spanyol tanaman padi kemudian meluas ke Italia Utara, yaitu pada tahun 1463.
Amerika mengenal tanaman padi setelah bangsa Portugis datang kesana yaitu pada tahun 1694. Pada permulaannya padi ditanam di Carolina Selatan, kemudin menyebar ke California, Arkansas, Texas, dan Rusiana. Sedang di Hawai terdapat pula tanaman padi, tetapi asalnya dari Australia.
Di Indonesia penanaman padi yang pertama diperkirakan bersama-sama dengan datangnya orang-orang Hindu, yaitu pada tahun 200-300 sebelum Masehi. Akan tetapi menurut GONGGRIJP sebelum datang orang-orang Hindu, nenek moyang kita telah mengenal adanya persawahan, alat-alat dari logam dan ilmu perbintangan. Hal ini menunjukkan bahwa jauh sebelum orang-orang Hindu datang ke Indonesia, nenek moyang kita telah mengenal tanaman padi.
Karena padi sebagai bahan makanan utama di Asia kemudian diberi nama berdasarkan sifat religiusnya. Di India disebut ahamya artinya pemelihara umat manusia. Di jawa dewi sri yang menimbulkan beberapa cerita tentang asal-usul tanaman padi yang bertentangan dengan nilai-nilai ilmiah.
Di Eropa padi berkembang semenjak Alexander Yang Agung dan Kaisar Agustus dari Roma dengan nama auriza. Bangsa Arab menamakan arrous, Spanyol arroz, Italia rizo, Perancis rijerman reis, Belanda risjt dan Inggris rice.

C. Daerah-daerah Padi di Dunia.
Padi terutama ditanam di daerah-daerah yang cukup panas dan cukup air. Oleh karena itu penyebarannya terletak antara 32o - 45o LS dan 48o LU. Tinggi tempat yang baik adalah antara 0-300 meter dari permukaan laut. Meskipun demikian pada ketinggian yang lebih tinggi, seperti di pulau Luzon 2000 meter dari permukaan laut, masih dapat diusahakan tanaman padi.
Penyebaran daerah padi di dunia ini dapat dibagi menjadi dua daerah, yaitu :
1. Daerah muson Asia.
2. Daerah diluar muson Asia.
Daerah muson Asia adalah merupakan daerah padi yang terpenting di dunia, yaitu meliputi 20 % dari luas benua Asia. Daerah tersebut dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu :
1. Bagian Barat, yang meliputi India, Pakistan dan Ceylon. Di India pertanaman padi terdapat diderah delta sungai Gangga, sungai Brahma Putera, pantai Karatsi dan dilembah sungai Indus. Sedang di Pakistan terdapat dilembah Bunggala.
2. Bagian Timur Laut, yang meliputi Tiongkok, Jepang, Korea, Formosa. Di Tiongkok pertanaman padi terdapat di Tiongkok Utara dan Selatan, yaitu disepanjang sungai Hoangho, di dataran rendah sungai Yang Tse Kiang dan Si Kiang.
3. Daerah bagian tengah, yang meliputi negara-negara Birma, Taiwan, Vietnam Selatan, Vietnam Utara, Kamboja, Philifina dan Indonesia.

Untuk daerah-daerah diluar muson Asia, meliputi negara-negara di :
1. Amerika Latin, seperti Brasilia, Equador, dan Chili
2. Amerika Serikat, seperti Arkansas, Rusiana, Texas, Missisipi, dan California
3. Eropa, yang meliputi negara-negara Italia dan Spanyol
4. Australia, yang meliputi Queensland, New South Wales
II. BOTANI TANAMAN PADI

A. Sistematika Tanaman Padi
Tanaman padi yang diusahakan orang sekarang menurut ahli Botani adalah berasal dari tanaman padi liar. Dalam Sistematikanya, padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 species dan semuanya tersebar di daerah-daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis di benua Asia, Afrika, Amerika, Eropa, dan Australia.
Dari 25 species ini hanya terdapat 2 jenis padi yang diusahakan orang, yaitu :
1. Oryza sativa L, yang dapat dijumpai di Asia, Eropa, dan Amerika
2. Oryza glaberrima Steud, yaitu yang terdapat secara khusus di Afrika Barat bagian tropis.
Sedang species-species yang lain adalah termasuk padi liar. Pada umumnya species-species padi liar mempunyai 24 pasang chromosom dan beberapa diantaranya 48 pasang chromosom.
Dalam buku Flora Van Java (Backer, 1924), disebutkan bahwa di Indonesia juga banyak dijumpai jenis padi liar, antara lain :
1. Oryza ridleyi. Jenis padi ini tumbuh pada tempat-tempat yang basah dan terlindung cahaya matahari. Banyak terdapat di daerah Sumatera dan Kalimantan
2. Oryza granulata. Banyak terdapat di hutan-hutan jati di pulau Jawa. Terutama tumbuh di dataran-dataran rendah dengan ketinggian tempat 100-300 meter dari permukaan laut
3. Oryza meyeriana. Jenis padi liar ini banyak dijumpai di pulau Jawa disekitar hutan belukar dan pada umumnya tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 1100 meter dari permukaan laut.
4. Oryza latifolia. Banyak tumbuh di daerah-daerah basah di pulau Jawa, yaitu pada ketinggian tempat antara 0-400 meter dari permukaan laut.
5. Oryza sativa form spontanae. Banyak tumbuh di tempat-tempat yang tergenang pada ketinggian tempat 1000 meter dari permukaan laut. Jenis padi liar ini banyak dijumpai di Asia.
Oryza sativa L. yang diusahakan orang sekarang adalah termasuk jenis polyphiletic dan merupakan jenis padi yang berasal dari keturunan bermacam-macam type yang mengadakan persilangan satu sama lain. Pada permulaannya hasil persilangan ini di seleksi oleh alam, dan kemudian dengan adanya kemajuan dalam teknik pertanian di seleksi oleh manusia.
Menurut pendapat para ahli jenis padi yang diusahakan orang sekarang adalah berasal dari keturunan Oryza sativa L. form spontanae, Oryza officinalis Wall, dan Oryza fatua Koening. Sedang Oryza minuta Presl dianggap sebagai nenek moyang dari Oryza sativa L. Jenis padi yang menyerupai Oryza sativa L. yang banyak dijumpai di Afrika Barat ialah : Oryza glaberrima Steud dan Oryza breviligulata A. Chev. Et Roehr.
Varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia semuanya termasuk Oryza sativa L. Jenis ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Oryza sativa var. glutinosa (ketan) dan Oryza sativa var utilisima. Oryza sativa var utilisima masih dapat dibedakan lagi menjadi 2, yaitu Oryza sativa communis dan Oryza sativa minuta. Dan golongan padi yang banyak ditanam di Indonesia ialah golongan Oryza sativa communis, yang dapat dibagi menjadi 2 sub-golongan, yaitu padi cere (indica) dan padi bulu (sub-japonica).
Perbedaan antara padi cere dan padi bulu yang mudah terlihat adalah ada tidaknya ekor pada gabahnya, sedang perbedaan antara padi cere dan padi gundil (japonica) ialah pada bentuk gabahnya. Bentuk gabah padi gundil adalah sama dengan padi bulu, hanya ekornya sangat pendek sehingga sukar dilihat.
Mengenai perbedaan ada tidaknya bulu (ekor) adalah berhubungan dengan ada tidaknya hormon. Padi bulu ekornya tidak mudah rontok sedang padi cere mudah rontok. Keadaan seperti ini sekaligus untuk menunjukkan adanya korelasi antara ada tidaknya ekor dengan mudah sukarnya rontok.
Jenis padi japonica biasanya banyak diusahakan orang di daerah beriklim sedang atau sub-tropis, sedang jenis padi indica banyak diusahakan di negara India, Malaysia, Indonesia, Philifina, Birma, Muangthai, dan lain-lain.




B. Morfologi Tanaman Padi
Tanaman padi termasuk golongan tanaman rumput setahun atau semusim. Bentuk batangnya bulat berongga serta beruas-ruas dan tingginya antara 1,0-1,5 meter. Daunnya pipih memanjang seperti pita dan langsung menempel pada buku-buku batang.
Di dalam tanah dari tiap-tiap buku ini akan tumbuh tunas yang dapat membentuk batang atau anakan padi. Anakan padi ini dapat pula beranak, sehingga lama kelamaan akan tumbuh menjadi rumpun padi.
Apabila telah sampai pada umurnya, dari tiap-tiap batang akan keluar bunga yang berbentuk bunga majemuk dan biasanya disebut bunga bulir atau malai. Pada tiap-tiap bunga padi dijumpai dua helai sekam kelopak dan dua helai sekam mahkota. Yang biasa disebut kulit biji padi semula adalah sekam mahkota. Pada beberapa jenis padi salah satu sekam mahkota yang besar mempunyai ekor atau bulu, sehingga disebut orang padi bulu.
Pada sebutir padi biasanya berisi sebuah biji yang disebut beras. Biji ini mempunyai selaput yang mengandung zat warna yang pada umumnya untuk tiap-tiap jenis padi tidaklah sama. Zat warna tersebut ada yang merah, merah tua, atau merah hitam dan apabila berasnya dimasak, zat-zat warna tersebut akan meresap kebagian yang lebih dalam sehingga nasinya akan berwarna sesuai dengan warna selaputnya.
Dalam bentuk aslinya tanaman padi adalah tanaman kering, tetapi sekarang sudah berubah menjadi tanaman basah atau sawah. Semua ini adalah berkat adanya kemajuan dalam kultur teknik bercocok tanam. Pada penanaman padi secara kering atau gogo akan banyak dijumpai kesulitan-kesulitan teknis, terutama dalam hal penanggulangan herba atau rumput-rumputan. Disamping itu penanaman padi secara kering juga akan menjumpai kesulitan-kesulitan mengenai penjagaan kesuburan tanahnya.
Bagian-bagian tanaman padi pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1. Bagian Vegetatif, yang terdiri dari akar, batang, dan daun.
2. Bagian Generatif, yang berupa malai, dan terdiri dari bulir dan bunga


I. Bagian Vegetatif
a. Akar (Radik)
Akar pertama yang tumbuh adalah akar tunggang yang keluar dari lembaga dan akan tumbuh terus masuk kedalam tanah. Kurang lebih 5-6 hari kemudian baru tumbuh akar dari batang yang masih pendek dalam bentuk akar-akar serabut yang terdiri dari akar-akar kecil dan bulu-bulu akar yang berwarna putih. Akar-akar serabut ini akan berkembang secara teratur dan perkembangannya akan menjadi lebih pesat pada saat batang mulai bertunas, yaitu pada umur 14-15 hari. Dengan semakin banyaknya akar-akar serabut ini maka akar tunggang atau akar lembaga yang berasal dari akar kecambah tidak nampak lagi dan diganti dengan perakaran yang baru. Bersamaan dengan ini pula biji padipun menjadi hancur. Bentuk akar baru ini pada mulanya panjang-panjang, tebal dan berwarna putih seperti berlilin. Akan tetapi setelah berumur enam minggu berubah menjadi kecoklat-coklatan. Semakin besar tanaman maka jumlah perakaran yang tumbuh pada buku-buku batang dibagian atas permukaan tanah akan bertambah setingkat demi setingkat sampai munculnya bunga pertama.
Disamping itu akar tunggang dan akar serabut juga masih mempunyai bagian akar lagi yang disebut akar sisi atau bulu akar. Letaknya saling berdekatan dan hanya terdapat pada ujung-ujung akar saja. Panjangnya tidak lebih dari 1-2 mm.
Sehubungan dengan tersedianya konsumsi air pada tanaman padi, maka dikenal adanya bercocok tanam padi secara gogo, sawah, dan gogo rancah. Dengan sendirinya karena medium untuk pertumbuhan akar dalam keadaan tidak sama, maka akan menimbulkan susunan perakaran yang berbeda-beda pula.
Di tanah kering air yang tersedia adalah berada jauh di dalam tanah, sehingga perakaran padi yang ditanam secara gogo akan berusaha masuk tegak lurus kebawah, membentuk susunan perakaran yang berbentuk ellips dengan percabangan yang banyak, panjang-panjang dan bengkok untuk mendapatkan air yang lebih banyak. Akan tetapi pada tanaman padi yang ditanam secara sawah karena konsumsi air sudah cukup banyak tersedia dipermukaan tanah maka perakarannya akan tumbuh membentuk susunan yang mendatar dengan kedalaman 20-30 cm. Disamping itu konsumsi oksigen dan zat-zat makanan pada tanah sawah tersedia cukup banyak dipermukaan tanah, sehingga akar padi sawah dapat mengambilnya dengan mudah. Sedang tanaman padi yang ditanam secara gogo rancah, dengan adanya penggenangan kurang lebih pada enam minggu setelah tanam terhadap tanaman yang tadinya ditanam secara gogo, akan menyebabkan terjadinya perubahan susunan perakarannya, yaitu susunan perakaran padi gogo yang lama akan diganti dengan dengan susunan perakaran yang baru yang sesuai dengan padi sawah. Oleh karena itu tanaman padi gogo rancah akan mempunyai susunan perakaran yang rangkap dimana susunan perakaran padi yang lama akan mati, diganti dengan susunan perakaran padi baru yang semakin tumbuh. Keadaan transaksi ini akan terjadi sesudah penggenangan selama 14-15 hari.

b. Batang (Caulis)
Batang padi tersusun dari serangkaian ruas-ruas atau internode dan antara ruas yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh suatu buku (nodal septum). Ruas batang padi yang sudah tua berlobang, dan hanya dibagian atas dekat pada buku berisi empulur yang lunak dan putih warnanya. Bentuknya bulat, beralur halus, dan pada permukaan luarnya tidak berbulu. Panjangnya berbeda-beda, pada umumnya makin keatas makin panjang. Ruas pada dasar batang pendek dan menebal menjadi bagian yang keras sehingga praktis sulit dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri. Ukuran ruasnyapun berbeda-beda, yang paling bawah lebih tebal dan lebih besar daripada yang diatasnya. Diameternya rata-rata antara 7-12 mm. Demikian pula mengenai jumlah ruas pada tiap-tiap tanaman. Pada umumnya jenis padi yang berumur pendek (genjah) jumlah ruasnya lebih sedikit daripada yang berumur panjang (dalam).
Pada tiap-tiap buku duduk sehelai daun. Didalam ketiak daun terdapat kuncup yang akan tumbuh menjadi batang. Pada buku batang yang paling bawah, mata ketiaknya akan tumbuh menjadi anakan primer, yang nantinya akan menjadi batang sekunder yang serupa dengan batang primer. Anakan primer atau batang sekunder ini pada gilirannya nanti akan menghasilkan anakan sekunder yang akan tumbuh menjadi batang tersier dan seterusnya. Peristiwa semacam ini disebut pertunasan atau menganak sehingga tidak heran apabila sebutir padi dapat tumbuh menjadi 40-50 batang. Setelah kuncup-kuncup tadi mulai tumbuh, maka tidak lama kemudian dari pangkal batang anakannya akan tumbuh pula akar yang menembus pangkal pelepah daun yang membungkus pangkal batang tersebut.
Mengenai banyaknya anakan yang keluar pada tiap-tiap jenis padi adalah tidak sama. Jumlah ini ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keturunan dan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Ada beberapa varietas padi yang memang mempunyai sifat daya merumpun yang banyak tetapi ada pula yang sedang dan sedikit. Mengenai faktor-faktor luar yang mempengaruhi pembentukan anakan antara lain adalah keadaan pengairan, pupuk, jarak tanam, dan jumlah bibit per rumpun.
Untuk mengukur tinggi tanaman dapat diukur dari permukaan tanah sampai buku yang terakhir atau pangkal malai yang merupakan buku yang memisahkan ruas batang paling atas dengan sumbu utama malai. Bentuk pangkal malai ini menyerupai cincin.
Tinggi tanaman adalah merupakan sifat keturunan pula sehingga apabila ada perbedaan mengenai tinggi tanaman dari suatu varietas adalah disebabkan oleh pengaruh keadaan lingkungan. Tinggi tanaman padi sawah apabila syarat-syarat tumbuhnya baik, berkisar antara 80-120 cm.

c. Daun (Folium)
Daun padi terdiri dari helaian daun (leaf blade) yang bentuknya pipih memanjang seperti pita dan upih daun atau pelepah daun (lef sheath) yang memeluk batang. Upih daun ini sering membengkak pada bagian atas dari buku batang. Bagian yang membengkak tersebut disebut sheath pulvinus dan kadang- kadang dikelirukan dengan buku batang yang sebenarnya. Warna pelepah daun untuk tiap-tiap varietas padi adalah tidak sama. Oleh karena itu dapat untuk menentukan suatu varietas padi. Misalnya padi varietas Bengawan pelepahnya berwarna merah muda, Si gadis ungu, sedang Remaja dan Jelita lebih ungu.
Daun padi yang munculnya paling akhir didekat malai disebut daun bendera (fag leaf). Duduknya daun bendera pada batang ada yang membentuk sudut kurang dari 90 o dan ada pula yang lebih.
Pada permukaan atas helaian daun terdapat lekukan-lekukan diantara tulang-tulang daun yang memanjang. Tulang-tulang daun ini mempunyai jaringan-jaringan pembuluh yang bersambungan dengan akar dan bercabang-cabang kebagian–bagian tanaman yang lain. Pada permukaan bawah helaian daun terdapat lekukan yang menonjol, disebut ibu tulang daun (midrib) Dibanding dengan permukaan helaian daun sebelah atas, maka pada permukaan sebelah bawah mempunyai stomata yang jumlahnya lebih banyak.
Untuk batang utama biasanya mempunyai jumlah helaian daun yang lebih banyak kemudian menyusul pada batang skunder dan batang tersier. Daun pertama yang tumbuh pada batang utama tidak berkembang dan tidak mempunyai helaian daun, disebut prophillum. Bagian tepi dari priphillum ini menjepit anakan yang masih muda sedang bagian belakangnya menghadap kebatang utama.
Pada setiap tepi dari pangkal helaian daun terdapat tonjolan yang menyerupai telinga kecil, dan disebut daun telinga (auricles). Bentuknya adalah panjang sedang warnanya biasanya sesuai dengan warna upih daunnya. Diatas daun telinga yaitu pada perbatasan antara helaian daun dengan upih daun terdapat sebuah daun seperti kertas berbentuk segitiga disebut lidah daun (ligula). Adanya aurioles dan ligula ini dapat dipakai untuk membedakan antara tanaman padi dengan rumput seperti Echinochloa sp yang biasa dijumpai ditanah-tanah sawah tidak mempunyai auricles dan ligula.
Panjang dan warna lidah daun adalah berbeda-beda untuk tiap-tiap varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang sehingga mempunyai peranan untuk mencegah masuknya air hujan diantara upih daun dengan batang. Dengan demikian dapat berfungsi untuk mencegah adanya infeksi karena penyakit.
Panjang dan lebar helaian daun juga tergantung kepada varietas padi yang ditanam dan letak daun pada batang. Daun yang ketiga dari atas, biasanya merupkan daun yang terpanjang. Sedang daun bendera mempunyai ukuran yang terpendek dan terlebar.




II. Bagian Generatif
a. Malai
Malai merupakan sekumpulan bulir (spikelet) yang timbul dari buku batang paling atas. Buku yang memisahkan ruas paling atas dengan sumbu utama malai disebut pangkal malai (panicle base). Pangkal malai nampak seperti cincin dan merupakan titik pemisah sewaktu mengukur panjang batang atau malai.
Malai terdiri dari cabang-cabang primer, sekunder dan kadang-kadang tersier. Pada cabang-cabang itu terdapat bulir. Sistem percabangan kadang-kadang berpasangan atau menyebelah.
Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak dan kepala putik terkuak keluar. Sedang pada waktu bunga menutup kembali, kedua kepala putik itu masih tertinggal diluar. Pada akhirnya setelah bulir berisi dan matang menjadi gabah, malai akan terkulai.
Mengenai panjang, bentuk, besar sudut cabang-cabang pertama dari malai, berat dan kelembaban malai adalah berbeda untuk tiap-tiap varietas padi. Panjang malai, jumlah cabang tiap malai dan jumlah bulir tiap cabang ditentukan oleh varietas padi yang ditanam, cara bercocok tanam dan letak dalam rumpun serta keadaan keliling. Panjang malai berkisar antara 20-30 cm, sedang jumlah cabang per malai antara 7- 30 buah. Akan tetapi yang menentukan tingginya produksi bukanlah panjang malai, melainkan kepadatan malai, yang merupakan perbandingan antara banyaknya bunga permalai dengan panjang malai.

b. Bunga (Flower)
Setiap bulir padi (spikelet) terdiri dari dua outerglumes (stritc lemma) dengan bagian–bagian bunga yang lain yang terletak diantaranya atau diatasnya dan pedicel yang merupakan tangkai bulir yang terikat pada cabang malai.
Semua bagian yang terdapat diatas outer-glumes secara keseluruhan disebut bunga (floret) yang terdiri dari lemma, palea dan bunga sempurna yang terletak diantaranya.
Bunga padi adalah merupakan bunga telanjang, yang terdiri dari 6 benang sari (stamen) dan sebuah putik. Kepala sari atau alat jantan terdiri dari 2 kantong sari (anther) yang terdapat pada ujung tangkai sari. Sedang putik atau alat betina terdiri dari indung telur (ovary), tangkai putik( style) dan kepala putik (stigma).
Kepala putik bentuknya seperti bulu ayam, terdapat pada ujung tangkai putik yang sesungguhnya merupakan perpanjangan dari indung telur. Pada dasar bunga terdapat pula bagian bening yang disebut ledicules yang sebenarnya adalah daun mahkota yang telah mengalami perobahan bentuk. Pada proses penyerbukan padi maka apabila bunga hendak berkembang atau terbuka, ledicules menjadi tegang dan mendorong kelopak luar (lemma) dan kelopak dalam (palea) menjadi terpisah dan terbuka. Keadaan yang demikian benang sari yang sedang tumbuh memanjang keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang sedang terbuka tadi.
Terbukanya bunga itu akan diikuti dengan pecahnya kantong sari yang kemudian menumpahkan tepung sarinya (spora jantan). Sesudah tepung sari ditumpahkan maka lemma dan paleapun akan menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari ke kepala putik maka sempurnalah proses penyerbukan tersebut. Terbukanya lemma dan palea tadi dengan membentuk sudut 35o dan lamanya bunga terbuka antara 30-90 menit yang dalam keadaan biasa terbuka antara jam 11.00 – 12.00.
Setelah proses penyerbukan berakhir maka akan segera diikuti pembuahan secara rangkap yaitu oleh spora jantan terhadap spora betina didalam indung telur dan juga oleh spora jantan terhadap inti kutub. Kejadian yang pertama akan menghasilkan lembaga diploid yang mempunyai 24 chromosom dan yang kedua akan menghasilkan endosperm triploid yang mempunyai 36 chromosom. Endosperm adalah sumber makanan cadangan bagi tanaman yang sedang atau baru tumbuh.

c. Gabah
Gabah atau butir padi sebenarnya bukan suatu biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terbentuk sesudah selesai proses penyerbukan dan pembuahan. Gabah terdiri dari indung telur (ovary) yang masak, ditutupi oleh lemma dan palea, rachilla, strite lemma yang kadang–kadang berekor. Lembaga bergabung dengan endosperm, sedang lemma dan palea serta bagian-bagian lain seperti rachila akan membentuk sekam atau kulit gabah.
Dalam perdagangan dikenal apa yang disebut “brown rice”, yaitu beras pecah kulit (caryopsis). Nama ini dihubungkan dengan warna pericarp yang coklat. Pericarp adalah lapisan yang paling luar yang menutupi caryopsis, akan terlepas apabila beras pecah kulit tadi digiling lebih sempurna. Dibawah pericarp terdapat 2 lapisan sel yang merupakan kulit biji (seed coat), yaitu tegmen dan aleuron leyer.
Lembaganya terletak pada bagian central dari spikelet, pada bagian lemma. Bagian lain dari caryopsis adalah endosperm yang mengandung zat tepung yand diselaputi oleh selaput protein. Disamping itu juga mengandung zat gula, lemak, serat, zat-zat organik. Berdekatan dengan lembaga terdapat suatu titik yang disebut hilus. Organ ini adalah tempat melekatnya caryopsis pada palea. Pada ujung caryopsis masih nampak bekas dari dasar tangkai putik.
Pada lembaga juga terdapat daun lembaga (plumule) dan akar lembaga (radicle). Plumule ditutupi oleh pelepah (coleoptile) sedang akar lembaga dibalut oleh coleorhiza. Coleorhiza yang membalut akar primer dalam lembaga lebih dahulu keluar bilamana perkecambahan dalam keadaan cukup udara, sedang apabila perkecambahan didalam air, coleoptile akan lebih dulu keluar dari pada coleorhiza.
Akar lembaga primer atau radicle yang muncul dari coleorhiza, kemudian diikuti dua atuu lebih akar-akar lembaga sekunder yang semuanya membentuk akar lateral. Akar-akar lembaga tersebut kemudian mati dan digantikan dengan akar-akar tambahan sekunder.

Perkecambahan cukup udara Perkecambahan cukup air



C. Bentuk–Bentuk Tanaman dan Sifat–Sifatnya.
Di daerah-daerah beriklim sedang seperti di Jepang, California, dan Australia Selatan maupun di daerah-daerah beriklim sub-tropis seperti di Taiwan, pada umumnya ditanam varietas padi dari golongan indica. Di Indonesia juga banyak diusahakan varietas-varietas padi indica, seperti Bengawan, Sigadis, Remaja, Jelita, Syntha dan lain-lain, pada umumnya berhabitus agak tinggi, kurang lebih 150 cm. Pertumbuhannya juga terlalu banyak menghasilkan daun, banyak tunas, umurnya agak dalam dan mudah rebah. Walaupun dengan cara-cara bercocok tanam yang kurang sempurna, varietas-varietas tersebut dapat memberikan hasil yang sedang. Disamping itu karena sifat pertumbuhannya, maka tanaman dapat bersaing dengan rumput-rumputan. Berlainan dengan varietas-varietas dari golongan japonica yang sesuai untuk tanah-tanah subur dan memerlukan pemeliharaan yang baik.
Varietas–varietas indica yang relatif tinggi dan berdaun banyak tadi, tidak mungkin dinaikkan hasilnya walaupun dengan pemberian pupuk yang banyak atau bertanam secara rapat. Hal ini disebabkan karena varietas tersebut mudah rebah, bahkan kadang-kadang tanaman tersebut sudah rebah sebelum panen atau sebelum berbunga. Keadaan seperti ini akan menyebabkan rendahnya hasil panen, khususnya di Asia Tenggara sebagai daerah penyebaran varietas padi golongan indica. Disamping rendahnya hasil panen yang dicapai, tanaman yang rebah juga akan menyebabkan :
1. menambah jumlah tenaga kerja pada waktu panen.
2. menyulitkan pemungutan hasil.
3. membatasi kegunaan cara–cara panen secara mekanis
4. dapat menjadi predispose hama atau penyakit.
5. menurunkan mutu beras.
Sebaliknya untuk varietas-varietas japonica, seperti Chianung 242 dan Tainan 3, adalah berumur genjah, tidak peka terhadap lamanya penyinaran, berbatang pendek dan kuat sehingga tahan rebah serta memberikan respons yang tinggi terhadap penambahan pupuk Nitrogen. Akan tetapi varietas-varietas ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan, karena :
1. Tidak mempunyai masa istirahat benih, sehingga apabila pada saat–saat menjelang panen banyak jatuh hujan, gabahnya dapat berkecambah pada malai.
2. Varietas japonica, gabahnya relatif tahan rontok.
3. Pada umumnya peka terhadap penyakit virus yang ada didaerah tropis.
4. Rasa nasinya kurang sesuai dengan selera orang Asia Tenggara karena berasnya mengandung kadar amylose yang rendah dan nasinya menyerupai ketan.
Adanya perbedaan musim tidak mempengaruhi tinggi tanaman dan jumlah daun pada varietas japonica. Akan tetapi untuk varietas-varietas indica yang ditanam pada musim penghujan menyebabkan pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun. Galur- galur japonica tidak peka terhadap lamanya penyinaran dan juga tidak mempunyai masa dormancy sehingga dapat ditanam terus-menerus sepanjang tahun.
Secara skematis maka sifat-sifat yang penting antara varietas indica dan japonica dapat dilihat dalam daftar tabel 1 dibawah ini :
Tabel 1. Sifat–Sifat Varietas Padi Indica dan Japonica.
No. Sifat-sifat Indica Japonica
(1) (2) (3) (4)
1. Batang Kecil Besar
2. Anakan Banyak Sedikit
3. Daun Tidak lebar dan lembut Lebar dan keras
4 . Bulu pada helai rambut Rapat dan lembut Jarang dan kasar
5. Adanya ekor Tidak berekor Berekor
6. Bulu pada sekam mahkota Tidak berekor pendek Berekor panjang
7. Besar dan beratnya butir gabah Kecil dan tidak berat Besar dan berat
8. Bentuk Butir Panjang dan kecil Agak bulat
9. Ketahanan terhadap rontok Mudah rontok Sukar rontok
10. Ketahanan terhadap rebah Mudah rebah Tidak mudah rebah
11. Reaksi terhadap keadaan yang buruk Tidak mudah terpengaruh Sangat mudah terpengaruh
12. Daya hasil Lebih banyak Lebih seikit
13. Pembungaan musim Banyak terdapat Tidak terdapat
14. Pembastaran Sedikit sekali Banyak
15. Rasa nasi Kurang enak Enak
Sumber : Sumartono et al., (1974).

Banyak percobaan-percobaan menunjukkan bahwa varietas-varietas yang mempunyai daya hasil tinggi berhubungan erat dengan sifat-sifat bentuk tanaman yang pendek, kecil, tegak, dan berwarna hijau tua, berbatang kuat, pelepah daunnya membalut batang dengan erat, umurnya sedang dan daya pertunasannya juga sedang. Semua sifat-sifat ini memungkinkan sinar matahari sampai mengenai bagian bawah tanah sehingga dengan demikian baik sinar matahari maupun penambahan pupuk dapat dimanfaatkan tanaman seefisien mungkin.
Bentuk tanaman yang fisiologis efisien ini dapat diperoleh dari varietas-varietas japonica dari Jepang dan Taiwan, hybrida-hybrida dari persilangan indica dengan japonica atau dari varietas-varietas indica pendek dari Taiwan. Dengan jalan persilangan dan seleksi ini maka dapat diperoleh suatu varietas padi yang mendekati sifat-sifat yang ideal.









III. VARIETAS PADI DAN SELEKSI

A. Sifat-Sifat Varietas Unggul
Pada waktu-waktu yang lampau yaitu waktu sebelum tahun 1965, hasil tiap-tiap hektar padi di Indonesia relatif rendah. Rendahnya hasil yang dicapai ini disamping disebabkan oleh karena keadaan iklim, kurangnya penggunaan pupuk, dan obat-obatan pengendalian hama dan penyakit, juga disebabkan karena varietas padi yang digunakan. Varietas-varietas padi yang digunakan pada waktu itu, umumnya mudah rebah dan hasil gabahnya banyak yang hampa apabila diberi pupuk nitrogen yang banyak. Varietas-varietas tersebut juga tergolong varietas yang berbatang tinggi, berdaun lebar, dan berumur sedang sampai dalam. Secara fisiologis sifat-sifat tanaman seperti ini adalah kurang menguntungkan untuk pertanian intensif.
Pada waktu itu sering dianggap bahwa varietas unggul (improved variety), haruslah unggul dalam segala sifat-sifatnya. Hal semacam ini tidaklah tepat karena sering bahwa penilaian terhadap keunggulan itu hanya didasarkan atas segi-segi tertentu saja atau dinilai secara terpisah-pisah. Misalnya mempunyai keunggulan hanya hal jumlah anakan, panjang malai, atau jumlah gabah per malai saja. Keunggulan yang hanya terdapat pada beberapa sifat ini biasanya ditujukan kepada sifat-sifatnya yang primer. Sedang sifat-sifat yang lain yang merupakan kelemahannnya dianggap sebagai sifat yang sekunder.
Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud varietas unggul biasanya hanya memiliki keunggulan terhadap sifat-sifat primer saja, yaitu suatu varietas padi yang karena sifat pembawaannya (baka) dapat memberikan hasil yang tinggi pada satu-satuan luas dan pada satuan waktu. Untuk dapat mencapai hasil yang tinggi dari varietas unggul, maka harus mempunyai sifat-sifat :
a. Beranak banyak
b. Prosentase anakan yang menghasilkan malai tinggi yaitu 80-90 %
c. Jumlah buah padi yang ada pada tiap-tiap bulir adalah banyak, lebih dari 250 bulir
d. Dapat memanfaatkan pupuk yang diberikan dengan sebaik-baiknya
e. Berumur pendek, berkisar 110-140 hari setelah menyebar dan ini tergantung kepada macam varietas unggulnya
f. Berbatang pendek, kuat, berdaun tegak, kecil, dan berwarna hijau tua
g. Agak tahan terhadap beberapa hama dan penyakit utama, misalnya terhadap hama sundep/beluk dan penyakit becak daun.
Bentuk batang yang pendek dan kuat pada varietas unggul akan menyebabkan tanamannya tidak mudah rebah. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa tanaman padi yang rebah sebelum atau sesudah waktu berbunga adalah lebih berbahaya karena dapat menurunkan hasil panan dan mutu gabah. Tanaman padi yang menderita rebah 2 minggu sesudah berbunga, prosentase gabah hampanya menjadi naik 19 %. Sedang apabila mengalami rebah 2 minggu sebelum berbunga, prosentase gabah hampanya naik menjadi 25 – 49 %. Disamping kerugian-kerugian yang lain maka tanaman padi yang mudah rebah juga merupakan penghalang utama terhadap pemakaian pupuk yang banyak terutama pupuk nitrogen, pemakaian air irigasi yang cukup serta pemakaian insektisida.
Rebahnya tanaman padi dapat disebabkan karena sifat pembawaan dari tanaman padi sendiri atau karena faktor- faktor luar seperti angin, hujan, pemupukan nitrogen, sinar matahari yang kurang terutama pada musim penghujan, jarak tanam yang rapat dan air irigasi yang dalam. Semua faktor ini akan menyebabkan adanya perubahan terhadap sifat-sifat tanamannya, seperti pertambahan diameter batang, tinggi batang, kekerasan batang, dinding sel dan bobot jerami. Sedang varietas yang mudah rebah, biasanya ditandai dengan sifat-sifat : tanamannya tinggi, daun-daunnya lebar dan saling menutupi batang, dinding selnya tipis dan ruas-ruas batangnya lebih panjang.
Sifat berdaun tegak dan kecil akan menyebabkan sinar matahari dapat mencapai sampai kepermukaan tanah, sehingga tanaman dapat menggunakan sinar tersebut lebih efisien. Di samping itu bentuk daun yang tegak juga menyebabkan tetesan air hujan mudah tergelincir sehingga pada waktu hujan daunnya tidak melengkung. Sedang sifat umur yang pendek pada varietas unggul akan berarti bahwa :
a. Jumlah rata-rata produksi padi yang dihasilkan setiap hari semakin besar,
b. Secara relatif pertanaman tidak akan terlalu lama mendapat gangguan-gangguan alam seperti angin, hama, dan penyakit,
c. Gangguan fisiologis yang disebabkan karena proses reduksi pada tanah sebagai akibat adanya penggenangan secara terus-menerus juga berkurang,
d. Memungkinkan dapat diadakan pertanaman beberapa kali karena biasanya varietas berumur pendek tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
Dari beberapa hasil percobaan menunjukkan bahwa, dengan menggunakan varietas-varietas padi berumur pendek dapat menambah hasil padi dengan perbandingan berat gabah dengan jerami hampir sama dengan satu. Disamping itu varietas-varietas tersebut juga menunjukkan lebih responsif terhadap pemupukan nitrogen. Sedang pada varietas berumur dalam menunjukkan perbandingan antara hasil gabah dengan jerami yang rendah. Dengan penambahan pupuk nitrogen juga mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang pesat tanpa memberikan kenaikan hasil yang nyata.

B. Macam- Macam Varietas Unggul.
Di Indonesia dikenal ada tiga macam varietas unggul, yaitu :
1. Varietas Padi Unggul Lokal.
Sering juga disebut Ungla, yaitu varietas padi yang telah lama ditanam disuatu daerah dan telah beradaptasi dengan daerah tersebut, sehingga kadang-kadang mampu menghasilkan padi lebih tinggi atau menyamai dari pada produksi padi varietas unggul Nasional. Beberapa contoh varietas ungul lokal dan sifat-sifatnya dapat dilihat dalam Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Beberapa Varietas Padi Unggul Lokal Beserta Sifat-Sifatnya.
No. Nama Varietas Asal Jenis Umur (hr) Anakan
1. Bayang India Indica 140 Sedang
2. Bali kemb. 37 Blitar Japonica 176 Banyak
3. Bandang putih Padang Indica 174 Banyak
4. Baok Cianjur Japonica 168 Banyak
5. Baok ganggas Lombok Japonica 169 Banyak
6. Benong 130 Krawang Japonica 166 Banyak
7. Bronjong 5 Lamongan Indica 193 Banyak
8. Brondol p 277 Pekalongan Sub-jap 156 Banyak
9. Brondol p 143 Pekalongan Indica 154 Banyak
10. Jalen Krawang Japonica 171 Sedang
11. Jambu 129 Krawang Japonica 166 Banyak
12. Emata Birma Indica 167 Banyak
13. Genjah Beton Adikarta Sub-jap 148 Banyak
14. Genjah raci Pasuruan Japonica 153 Banyak
15. George Sail India Indica 141 Banyak
16. Gropak gd 97 Besuki Japonica 179 Banyak
17. Karang Serang Tangerang Japonica 144 Sedikit
18. Ketan gajih Tegal Japonica 151 Sedang
19. Ketan serang Demak Indica 180 Sedang
20. Lati sail India Indica 134 Banyak
21. Lusi India Indica 140 Banyak
22. Mayor Cirebon Sub-jap 152 Banyak
23. Nagadhau India Indica 136 Banyak
24. Nang-kieu Vietnam Indica 204 Banyak
25. Nan thay no Vietnam Indica 204 Banyak
26. Pudak Kuning 5 Kalimantan Indica 204 Banyak
27. Skrivimankoti Suriname Indica 143 Banyak
28. Sukanandi Pasuruan Japonica 140 Banyak
29. Solo Lombok Japonica 169 Banyak
30. Cina Yogyakarta Indica 170 Banyak
31. Tuntang India Indica 150 Banyak
32. Untung India Indica 173 Banyak
33. Urang-urangan Blitar Japonica 157 Sedang
Sumber : Anonymous (1957); Vademekum (Pertanian), Pusat Jawatan Pertanian Rakyat, Jakarta (60-61):238.














2. Varietas Padi Unggul Nasional
Varietas padi unggul nasional (Ungnas) atau biasa (Improved Varietas Nasional). Kadang-kadang disebut pula varietas padi unggul Bogor karena pada umumnya varietas-varitas ini dilahirkan atau dihasilkan oleh lembaga Pusat Penelitian Pertanian Bogor dan kebanyakan dilepaskan sebelum tahun 1965. Nama-nama varietas ini berserta sifat-sifatnya dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Macam-macam Varietas Unggul Nasional yang telah dihasilkan di Indonesia
No. Nama Varietas Hasil Persilangan Antara Lahir di kebun Percobaan Dilepas Tahun Daya Produksi (kw/ha)
1. Intan Cina x Lati sail Singamerta 1940 30-35
2. Mas Cina x Lati sail Singamerta 1940 30-35
3. Cahaya Cina x Lati sail Citayam 1941 30-35
4. Fajar Cina x Lati sail Bogor 1941 30-35
5. Pelopor Cina x Lati sail Bogor 1941 30-35
6. Bengawan Cina x Lati sail Ngale 1941 30-35
7. Peta Cina x Lati sail Singamerta 1941 30-35
8. Salak Cina x Lati sail Bogor 1942 30-35
9. Kencana Skrivimankoti x Baok - - 30-35
10. Si Gadis Blue Bonnet x Benong Bogor 1953 32,60
11. Remaja Baiang x Cina Bogor 1953 36,30
12. Jelita (Baiang x Cina) x (Cina x lati sail) Bogor 1955 37,10
13. Dara Bengawan x Si Gadis Bogor 1960 33,10
14. Syntha Bengawan x Si Gadis Bogor 1963 35,31
15. Dewitara Bengawan x Si Gadis Bogor 1964 33,95
16. Arimbi Bengawan x Si Gadis Bogor 1965 38,20
17. Bathara Bengawan x Si Gadis Bogor 1965 36,90
18. Dewi Ratih 221/BC III/28/2 x Randah Cupak Bogor 1969 41,00
Sumber : Imam Satoto (1968)

3. Varietas Padi Unggul Baru (High Yielding Variety)
Varietas-varietas tersebut diperkenalkan di Indonesia sesudah tahun 1967. beberapa diantaranya berasal dari International Rice Research Institute (IRRI) di Philifina. Kadang-kadang dikenal pula dengan nama varietas padi unggul IRRI. Dibawah ini sebutkan beberapa contoh varietas tersebut.




Tabel 4. Macam-Macam Varietas Padi Unggul Baru
No. Nama Varietas Hasil Persilangan Dilepas Tahun Umur Daya Produksi Rasa Nasi
1. PB-5 Peta x Tk. Rotan 1967 135-145 40-60 Sedang
2. PB-8 Peta x Dee geo woogen 1967 125-130 50-60 Kurang
3. C4-63gb 1969 125-130 40-50 Sedang
4. C4-63pb 1969 125-130 40-50 Sedang
5. Pelita I/1 PB-5 x Syntha 1971 135 53,0 Enak
6. Pelita I/2 PB-5 x Syntha 1971 135 43,8 Enak
7. PB-26 IR-24 x TKM-6 123 47,63 Kurang
8. PB-30 IR-26 x IR-2147 112 50,14 Kurang
9. PB-34 IR-833-6/IR-1561-149/IR-1737 125-130 59,00 Sedang
10. PB-36 IR-1561-228/IR-244/O. nivara/CP-94-13 105-110 50-60 Kurang
Sumber : Departemen Pertanian LPPP, (1976).




Pada umumnya produksi varietas-varietas unggul baru lebih tinggi daripada varietas-varietas padi unggul lainnya, karena varietas tersebut mempunyai sifat-sifat pembawaan yang lebih baik, yaitu :
1. Berumur sangat pendek, yaitu antara 110-140 hari
2. Mempunyai anakan yang lebih banyak
3. Berbatang pendek dan kaku sehingga tahan rebah
4. Berdaun tegak, sehingga dapat menampung sinar matahari sebanyak-banyaknya yang berguna untuk proses fotosintesis dalam menghasilkan buah
5. Responsif terhadap pupuk yang berarti setiap kilogram pupuk yang diberikan akan memberikan tambahan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan varietas unggul lainnya
Varietas unggul nasional hanya dianjurkan untuk ditanam pada tempat-tempat yang tingginya kurang dari 500 meter diatas permukaan laut. Pada ketinggian diatas 500 meter, hasil gabahnya akan mengalami kehampaan yang lebih besar, karena adanya pengaruh temperatur yang dapat mengganggu proses pembuahan. Akan tetapi varietas unggul baru masih dapat tumbuh baik pada ketinggian 500-800 meter diatas permukaan laut.

C. Deskripsi Varietas Padi Unggul
Untuk memperoleh keseragaman pada tanaman padi serta untuk memudahkan taksasi produksi, maka perlu diketahui sifat-sifat bagian-bagian tanaman padi. Beberapa bagian tanaman yang penting, dapat dipergunakan untuk membedakan antara varietas satu dengan yang lain, yaitu :
a. Habitus (bentuk tanaman), dapat tinggi atau pendek, tegak atau terserak
b. Anakan dapat dinyatakan banyak, sedang atau sedikit
c. Pangkal batang, ada yang bergaris atau tidak berwarna/bergaris
d. Batang (jerami), ada yang berwarna, bergaris atau tidak berwarna/bergaris
e. Daun bendera, ada yang tegak atau membentuk sudut dan ada pula yang mendatar atau terkulai.
f. Bulir, ada yang berdiri tegak atau terkulai dan ada pula yang terserak atau tidak terserak
g. Gabah, dapat dibedakan menjadi besar, sedang atau kecil, panjang, sedang atau pendek, berbulu atau tidak berbulu, ujungnya berwarna atau tidak
h. Beras, ada yang besar, sedang atau kecil, panjang, sedang atau pendek dan ada pula yang berperut atau tidak berperut.
Deskripsi mengenai beberapa varietas padi unggul, dapat dilihat dibawah ini :
a. Bengawan (No. silsilah 2794)
Asal : Zuriat perkawinan Cina x Lati sail
Golongan : Indica
Umur : 155-160
Tinggi batang : 145-165 cm
Dilepas : tahun 1943
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang terserak, pangkal batang ungu muda, mudah rebah, daun hijau muda terkulai, daun telinga ungu, bulir panjang dan lebat, gabah panjang dan ramping, mutu beras baik, rasa nasi enak, agak tahan terhadap Piricularia, tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
b. Si Gadis (No. Silsilah 3440)
Asal : Zuriat perkawinan Blue Bonnet x Benong
Golongan : Indica
Umur : 140-145
Tinggi batang : 145-150 cm
Dilepas : tahun 1953
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak, pangkal batang ungu tua, agak tahan rebah, daun lebar dan tegak, bulir panjang dan lebat, gabah agak gemuk, ujung gabah ungu, beras kusam (obdominal white), mutu beras sedang, rasa nasi kurang enak, tahan terhadap kresek, peka terhadap Piricularia tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
c. Remaja (No. Silsilah 3443)
Asal : Zuriat perkawinan (Bayang Cina) x (Cina x Lati sail)
Golongan : Indica
Umur : 155-160
Tinggi batang : 145-165 cm
Dilepas : tahun 1954
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak terserak, pangkal batang ungu, daun lebar dan agak tegak, bulir panjang dan lebat, gabah besar dan gemuk, ujung gabah ungu, beras kusam (obdominal white), mutu beras sedang, rasa nasi sedang, tahan terhadap kresek, peka terhadap Piricularia tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
d. Jelita (No. Silsilah 3474)
Asal : Zuriat perkawinan (Bayang Cina) x (Cina x Lati sail)
Golongan : Indica
Umur : 155-160
Tinggi batang : 145-165 cm
Dilepas : tahun 1955
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak agak kuning, pangkal batang ungu kelam, daun lebar dan tegak, bulir panjang dan lebat, gabah besar dan gemuk, ujung gabah ungu, beras kusam (obdominal white), mutu beras sedang, rasa nasi sedang, tahan terhadap kresek, peka terhadap Piricularia tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
e. Dara (No. Silsilah 3504)
Asal : Zuriat perkawinan Bengawan x Si Gadis/3, (back cross)
Golongan : Indica
Umur : 140-145
Tinggi batang : 145-165 cm
Dilepas : tahun 1960
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang agak tegak, pangkal batang ungu, daun hijau muda terkulai, bulir panjang dan lebat, gabah panjang dan ramping, ujung gabah ungu, beras bersih (bening/translucent), mutu beras baik, rasa nasi enak, agak tahan terhadap kresek, peka terhadap Piricularia tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
f. Syntha (No. Silsilah 3523)
Asal : Zuriat perkawinan Bengawan x Si Gadis/4 (back cross)
Golongan : Indica
Umur : 145-150
Tinggi batang : 145-165 cm
Dilepas : tahun 1963
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang agak tegak, pangkal batang ungu, bulir panjang dan lebat, gabah panjang dan ramping, ujung gabah ungu tua, beras bening, mutu beras baik, rasa nasi enak, tahan terhadap kresek, peka terhadap Piricularia tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
g. PB-5 (Peta Baru-5)
Asal : Zuriat perkawinan Peta x Tangkai Rotan
Golongan : Indica
Umur : 130-145
Tinggi batang : 100-130 cm
Dilepas : tahun 1967
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak, daun tegak berwarna hijau tua, daun bendera miring mendatar, tidak ada pigmentasi, agak tahan rebah, malai pendek lebat, gabah besar, mutu beras sedang, rasa nasi kurang enak, agak peka terhadap Piricularia, Rhizoctonia, kresek, tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
h. PB-8 (Peta Baru-8)
Asal : Zuriat perkawinan Peta x Die-Geo Woo-Gen
Golongan : Indica
Umur : 120-130
Tinggi batang : 80-100 cm
Dilepas : tahun 1967
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak, daun tegak berwarna hijau tua, daun bendera tagak, tidak ada pigmentasi, tahan rebah, malai pendek dan lebat, gabah besar, mutu beras kurang, agak peka terhadap Piricularia, Rhizoctonia, peka terhadap kresek, tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
i. Siampat (C4-63)
Asal : Zuriat perkawinan Peta x BP1-76
Golongan : Indica
Umur : 125-130
Tinggi batang : 105-112 cm
Dilepas : tahun 1969
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang kuat, daun tegak, daun bendera agak tegak, tahan rebah, malai pendek dan lebat, gabah panjang dn ramping, mutu beras baik, rasa nasi enak, agak tahan penykit utama, tidak peka terhadap lamanya penyinaran, gabah mudah rontok, warna kaki ungu, ujung gabah ungu.
j. Dewi Ratih (No. kode : 295/8/1/5/1)
Asal : Zuriat perkawinan 221/BC III/20/2 x Rendah Cupak
Golongan : Indica
Umur : 135-145
Tinggi batang : 100-115 cm
Dilepas : tahun 1969
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang kuat, daun sedikit terkulai, bulir panjang dan lebat, gabah panjang dan ramping, ujung gabah ungu, beras bersih/bening, mutu beras baik, rasa nasi enak, peka terhadap Piricularia, agak tahan terhadap kresek, tidak peka terhadap lamanya penyinaran.
k. Pelita I/1 (No. kode b/52/1)
Asal : Zuriat perkawinan PB-5 x Syntha
Golongan : Indica
Umur : 135
Tinggi batang : 115-125 cm
Dilepas : tahun 1971
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak, daun tegak berwarna hijau tua dan agak lebar, daun bendera miring mendatar, warna kaki hijau, agak tahan rebah, malai pendek lebat, gabah besar, mutu beras baik, rasa nasi enak, agak tahan terhadap kresek, tidak peka terhadap lamanya penyinaran, berat 1000 gabah 27 gram.
l. Pelita I/2 (No. kode 440 b/52/8)
Asal : Zuriat perkawinan PB-5 x Syntha
Golongan : Indica
Umur : 136
Tinggi batang : 110-120 cm
Dilepas : tahun 1971
Sifat-sifat : Beranak banyak, batang tegak, daun tegak berwarna hijau tua dan agak lebar, pinggir daun ungu, daun bendera miring mendatar, warna kaki hijau, agak tahan rebah, malai pendek lebat, gabah besar agak ramping, ujung gabah ungu, mutu beras baik, rasa nasi enak, agak tahan terhadap kresek, tidak peka terhadap lamanya penyinaran, berat 1000 gabah 28 gram.
m. PB-26 (Peta Baru-26)
Asal : Zuriat perkawinan IR-24 x TKM-6
Golongan : Indica
Umur : 123
Tinggi batang : 85-90 cm
Dilepas :
Sifat-sifat : Beranak sedang, batang tegak, daun tegak berwarna hijau tua, daun bendera panjang tegak, tahan rebah, malai sedang, gabah sedang membulat, mudah rontok, rasa nasi kurang, tahan terhadap hama wereng, agak tahan terhadap penggerk bergaris, tidak tahan terhadap bacteri daun bergaris, dan kerdil rumput, warna gabah kuning kusam.
n. PB-30 (Pelita Bru-30)
Asal : Zuriat persilangan IR-26 x IR-2147
Golongan : Indica
Umur : 112
Tinggi batang : 73-80 cm
Dilepas :
Sifat-sifat : Beranak sedang, batang tegak, daun tegak berwarna hijau tua, daun bendera tegak memanjang, tahan rebah, malai sedang, gabah bulat kecil agk panjang, warna gabah kuning bersih, mudah rontok, rasa nasi kurang, tahan terhadap wereng coklat, wereng hijau, penyakit kerdil rumput, peka terhadap bacteri daun bergaris.
o. IR-34 (Galur IR-2061-213-2-17)
Asal : Zuriat perkawinan IR-833-6/IR-1561-149/IR-1737
Golongan : Indica
Umur : 125-130 hari
Tinggi batang : 100-120 cm
Dilepas : -
Sifat-sifat : Beranak sedang, batang tegak, daun tegak dan panjang hijau tua, daun bendera tegak, tahan rebah, malai panjang, gabah panjang membulat, mudah rontok, rasa nasi sedang, tahan terhadap hama wereng dan kerdil rumput, agak tahan terhadap penggerek batang, bacteri daun bergaris dan Cercospora.
p. IR-36 (IR-2071-625-1-252)
Asal : Zuriat perkawinan IR-1561-228/IR-2244/0. nivara/CP-94-13
Golongan : Indica
Umur : 105-110 hari
Tinggi batang : 80-90 cm
Dilepas : -
Sifat-sifat : Beranak sedang (14-19 per rumpun), agak than Piricularia, peka terhadap Rhizoctonia, dan bacteri daun bergaris, resisten terhadap penyakit virus kerdil rumput dan Xanthomonas oryzae, agak tahan terhadap kekeringan, gabah ramping agak panjang, berwarna kuning jerami, rasa nasi sedang, kadar amilosa 25 %.




D. Seleksi dan Hybridisasi
Tinggi rendahnya hasil padi sebagian adalah ditentukan oleh varietas yang ditanam. Sehubungan dengan ini maka manusia selalu berusaha baik dengan jalan seleksi maupun hybridisasi untuk mendapatkan varietas-varietas baru yang dapat memberikan hasil yang lebih tinggi. Tugas untuk mendapatkan varietas baru ini di Indonesia biasanya dilakukan oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian di Bogor.
Usaha ini sebetulnya sudah sejak lama dijalankan di Indonesia, yaitu dimulai tahun 1928 oleh VAN DER MEULEN, dengan menggunakan varietas-varietas unggul lokal sebagai bahan seleksi. Sampai sekarang dari sekian ratus kombinasi persilangan, telah menghasilkan beberapa varietas baru yang disiarkan menjadi 3 periode, yaitu :
1. Dalam masa perang dunia 11 (1940- 1945), terdiri dari varietas-varietas Intan, Mas, Cahaya, Fajar, Pelopor, Bengawan, Peta, Salak, dan Kencana.
2. Dalam masa 20 tahun merdeka (1945-1965), terdiri dari varietas-varietas Si Gadis, Remaja, Jelita, Dara, Syntha, dan Dewitara.
3. Sesudah tahun 1965, yang terdiri dari varietas-varietas Arimbi, Bathara, Dewi Ratih dan galur-galur 294 dan 295.
Pada umunya sifat varietas padi yang disiarkan dalam 3 periode tadi, tidak akan terlepas dari program serta tujuan penelitian yang berlaku pada waktu itu, yaitu sesuai dengan keadaan situasi dan masalah yang dihadapi petani dalam peningkatan produksi padi. Varietas yang dihasilkan dalam periode I produksinya rata-rata 30-35 Kw./Ha dan umumnya lebih tinggi bila dibanding dengan varietas-varietas lokal. Sedang yang dihasilkan dalam periode II, disamping tetap dapat mempertahankan daya produksinya, juga diperoleh perbaikan sifat mutu beras dan rasa nasi. Dan untuk varietas–varietas yang disiarkan dalam periode III, galur-galur 294-295 menunjukkan perbaikan tinggi tanaman dan respons terhadap pemupukan.
Dalam program pemuliaan padi yang dilakukan oleh Internasional Rice Reseerch Institute (IRRI), juga telah banyak dihasilkan varietas-varietas baru, yang di Indonesia sering dikenal dengan nama Peta Baru. Varietas-varietas tersebut pada umumnya mempunyai potensi hasil yang tinggi dengan sifat-sifat beranak banyak, responsif terhadap pemupukan, berumur genjah, bentuk batangnya pendek, kuat dan tahan terhadap penyakit virus. Dalam penyebarannya di Indonesia, telah menimbulkan penilaian-penilaian yang positif maupun negatif dari petani. Agar supaya dapat diterima petani maka terhadap sifat-sifat yang kurang baik tadi perlu diperbaiki dengan jalan hybridisasi dan seleksi.
Dari pengalaman-pengalaman ternyata bahwa hybridisasi dalam pemuliaan padi sebagai usaha perbaikan varietas hingga kini merupakan salah satu usaha yang terbaik untuk mendapatkan varietas baru. Sedang dengan jalan radiasi kurang dapat dipertanggungjawabkan, karena dapat terjadi berbagai mutasi genetik didalam tubuh tanaman. Usaha perbaikan terhadap varietas Si Gadis dengan jalan ini misalnya, telah menghasilkan variant-variant yang sangat ekstrim yang tidak diharapkan. Akan tetapi dengan program B.C.III dan B.C.IV, Bengawan x Si Gadis, telah berhasil baik memperbaiki mutu beras dan rasa nasi dengan menghasilkan varietas-varietas baru, seperti Dara, Syintha, Dewitara, Arimbi dan Bathara.
Dalam usaha perbaikan varietas-varietas padi, maka perlu diperhatikan faktor-faktor :
a. Tinggi tanaman yang cukup pendek dan tegak.
b. Berumur genjah.
c. Daya hasil tinggi.
d. Responsif terhadap pemupukan.
e. Tahan terhadap hama dan penyakit tanaman.
f. Kualitas berasnya baik dengan rasa nasi yang enak.
Pada umumnya varietas-varietas introduksi yang berasal IRRI, menunjukkan sifat-sifat kurang baik dalam hal ketahanannya terhadap penyakit, kualitas beras dan rasa nasi. Dalam rangka perbaikan sifat-sifat ini, LPPP di Bogor telah mengadakan 55 kombinasi persilangan, baik yang dilakukan secara persilangan biasa (single cross), persilangan berganda (multiple cross) maupun persilangan kembali (back cross) dan diantaranya, persilangan–persilangan antara PB-8 dan PB-5. dengan Bengawan, Syntha, Sukanandi, Seratus Malam dan Cartuna. Disamping itu diadakan pula persilangan-persilangan antara IR-127 dan IR-532 dengan F1 dari hasil persilangan PB5 x Remaja dan PB-8 x Remaja. Dari beberapa nomer yang terpilih dari kombinasi-kombinasi persilangan PB-8, diadakan persilangan dengan Genjah Lampung, Cartuna dan PB-5 x Remaja. Tujuan dari masing-masing persilangan ini dapat dilihat pada daftar Tabel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Tujuan Bermacam-macam Persilngan Dalam Usaha Memperbaiki Sifat-Sifat Varietas PB-8 DAN PB-5.

No. Kombinasi Persilangan Dengan Tujuan
1. Ganjah Lampung Memperbaiki ketahann terhadap Piricularia orizae.
2. Remaja Memperbaiki ketahanan terhadap penyakit kresek.
3. Cartuna Memperbaiki rasa nasi dan umur genjah
4. Bengawan Memperbaiki rasa nasi
5. Syntha Memperbaiki rasa nasi dan ketahanan terhadap penyakit kresek
6. Sukanandi Memperbaiki rasa nasi dan tahan rontok
Sumber : Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Bogor, 1989.

Pada umumnya varietas-varietas indica peka terhadap penyakit kresek. Akan tetapi di Indonesia, varietas-varietas Si Gadis, Remaja dan Syntha tidak pernah terlihat terserang penyakit ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karen adanya strain-strain yang berbeda antara negara Indonesia dan Philipina. Oleh karena itu untuk memperbaiki ketahanan varietas PB-8 dan PB-5 terhadap penyakit kresek, kemudian dipersilangkan dengan varietas-varietas yang tahan tadi dengan cara modified bulk. Sedang perbaikan ketahanannya terhadap Piricularia oryzea dilakukan dengan cara pedigree, karena semua varietas unggul yang ada pada level N yang tinggi peka terhadap penyakit tersebut. Untuk memperbaiki ketahanan terhadap penyakit virus, seperti tungro, yellow dwarf dan grassy-stunt, maka dapat dipersilangkan dengan varietas Peta atau Bengawan dengan cara modified bulk. Demikian pula usaha perbaikan ketahanan terhadap hama penggerak batang dapat dipersilangkan dengan cara yang sama memakai varietas TKM-6.
Dalam rangka memperbaiki mutu beras dan rasa nasi varietas PB-5, maka pada pertengahan tahun 1967 telah dimulai diadakan persilangan antara PB-5 dengan syntha, dimana hasil F1-nya kemudian dipersilangkan kembali dengan varietas PB-5 maupun syntha. Dari turunan-turunan back cross ini, telah dihasilkan 46 galur harapan yang memiliki sifat-sifat umum PB-5 dan sebagian besar mampunyai rasa nasi seperti syntha. Dari pengujian-pengujian daya hasil yang telah dilakukan dibeberapa kebun percobaan, telah terpilih 5 galur yang dinilai baik untuk diteruskan pada pengujian daya hasil dipusat-pusat produksi padi di Indonesia, dan diantaranya telah disiarkan pada tahun 1971 sebagai varietas unggul baru, yang dikenal dengan nama Pelita 1/1 dan Pelita ½.
Sebagai hasil persilangan yang sampai kini telah dihasilkan oleh LPPP di Bogor, ialah :
1. Persilangan antara PB-5 x Syntha dan PB-8 x Syntha, yang menghasilkan galur-galur yang agak tahan terhadap penyakit utama, mempunyai bentuk tanaman yang baik, berpotensi produksi tinggi dengan mutu beras yang baik.
2. Persilangan antara PB-5 x Seratus Malam, PB-8 x Intan, yang menghasilkan galur-galur dengan bentuk batang yang baik, agak tahan terhadap penyakit kresek dan memiliki mutu beras yang baik.
3. Persilangan antara PB-5 x Remaja dan PB-8 x Remaja, yang menghasilkan galur-galur dengan bentuk tanaman yang baik dan tahan terhadap penyakit kresek.









IV. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN

A. Fase-fase Pertumbuhan Tanaman Padi.
Masa pertumbuhan padi dapat dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
a. Fase pertumbuhan vegetatif aktif (active vegetative phase/ basic vegetative phase).
b. Fase pertumbuhan vegetatif lambat (lag vegetative phase/ photoperied sensitive phase).
c. Fase reproduksi (reproduktive phase).
d. Fase pematangan (ripening phase).

a. Fase Pertumbuhan Vegetatif Aktif.
Yaitu mulai pertumbuhan bibit sampai jumlah anakan maksimum. Selama fase ini, jumlah anakan, tinggi tanaman dan berat jerami terus bertambah. Jumlah anakan bertambah dengan cepat.

b. Fase Pertumbuhan Vegetatif Lambat.
Yaitu dari saat jumlah anakan maksimum sampai keluarnya primordia (bakal malai). Pada fase ini beberapa anakan mati sehingga jumlah anakan menjadi berkurang. Tinggi tanaman dan berat jerami terus bertambah tetapi tidak secepat pada fase pertumbuhan vegetatif aktif. Fase ini umumnya terdapat pada varietas-varietas yang peka terhadap lamanya penyinaran maupun varietas-varietas yang berumur dalam.
Primordia keluar biasanya pada umur 50 hari setelah tanam dan hal ini penting untuk memulai pemupukan Nitrogen yang kedua atau ketiga. Cara mengetahui sudah atau belum keluarnya primodia yaitu dengan jalan memilih satu anakan dari rumpun pada tanaman yang berumur 50 hari dari tanam dan dibelah dengan pisau. Apabila di dalam belahan tersebut terdapat suatu benda kering berwarna putih seperti wool atau spons, panjangnya 1-2 mm, maka pembentukan primordia sudah dimulai.

c. Fase Reproduksi.
Yaitu mulai keluarnya primordia sampai malai berbunga. Pada fase ini dibentuklah malai dan tinggi serta berat jerami bertambah dengan cepat.

d. Fase Pematangan/pemasakan.
Yaitu malai keluarnya bunga sampai saat panen. Pada fase ini berat malai bertambah dengan cepat, sedang berat jerami berkurang.

Fase vegetatif tanaman padi dimulai dari perkecambahan biji yang ditandai dengan keluarnya radicle atau coleoptile dari lembaga. Pada fase ini dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
1. Seedling stage, yang merupakan tingkatan pertumbuhan biji dan ditandai dengan keluarnya akar pertama dan tunas sampai berdaun 5 helai. Pada tingkatan ini tanaman muda masih mendapatkan makanan dari endosperm.
2. Transplanting stage, yang merupakan tingkatan dimulainya pembentukan akar lateral sampai bibit ditanam
3. Tillering stage, yang merupakan tingkatan timbulnya anakan pertama dari buku batang paling bawah.
Pada tingkatan ini jumlah anakan bertambah terus secara kontinu sampai mencapai jumlah anakan maksimum. Kemudian beberapa anakan mati, sehingga jumlah anakan menurun tetapi selanjutnya tinggi tetap.
Perpanjangan ruas-ruas batang dapat berlangsung lebih dahulu atau bersama-sama dengan fase reproduksi. Untuk varietas-varietas berumur dalam, perpanjangan ruas-ruas batang dimulai lebih awal yaitu sebelum fase reproduksi. Sedang untuk varietas-varietas berumur genjah dimulai setelah keluarnya primordia.
Setelah pembentukan primordia kemudian diikuti dengan pembentukan bulir/ malai yang nampak jelas semakin panjang dan besar, dibalut oleh pelepah daun. Masa ini biasa disebut masa bunting (booting phase) yang dapat dilihat dari luar. Kemudian malai tadi keluar dari daun bendera yang biasanya disebut saat berbunga (heading stage). Berkembangnya bunga dimulai oleh bulir pada ujung cabang malai yaitu dengan keluarnya benang sari yang kemudian diikuti dengan prosesnya penyerbukan dan pembuahan. Pembentukan gabah merupakan proses selanjutnya dan dikenal beberapa istilah agronomi untuk membedakan fase-fase seperti milk stage, soft doygh stage, hard dough stage dan fully ripe stage.
Sewaktu gabah menjadi matang, daun-daun menurut urutan dari bawah sampai keatas berubah warnanya menjadi kuning dan mati. Pada beberapa varietas, batang dan daun-daun bagian atas masih tetap hijau walaupun gabahnya telah matang. Kadang-kadang apabila syarat-syarat tumbuh masih baik, beberapa varietas tertentu dapat menghasilkan anakan dari tanaman yang sudah dipanen sehingga terdapat adanya sistem ratooning.

B. Hubungan fase-fase pertumbuhan dengan produksi.
Lamanya fase pertumbuhan vegetatif aktif, fase reproduksi dan fase pematangan bulir untuk tiap-tiap varietas pada umumnya adalah sama. Adanya perbedaan umur antara macam varietas padi terutama disebabkan karena adanya perbedaan waktu pada fase vegetatif lambat. Fase vegetatif lambat ternyata lebih panjang pada varietas-varietas yang berumur dalam. Varietas-varietas yang berumur kurang lebih 130 hari, pada umumnya tidak mempunyai fase vegetatif lambat, sedangkan varietas-varietas yang berumur kurang dari 130 hari, akan terjadi saling penindihan (overlaping), antara fase vegetatif aktif dengan fase reproduksi, artinya primordia sudah terbentuk sebelum jumlah anakan maksimum dicapai.
Lamanya fase vegetatif aktif juga tergantung kapada jumlah pemberian pupuk Nitrogen. Sedang waktu dimulainya pembentukan malai tergantung pada lamanya penyinaran dan keadaan suhu.
Produksi tanaman padi adalah tergantung pada 3 komponen hasil, yaitu :
1. Jumlah anakan per rumpun atau per satuan luas.
2. Jumlah gabah yang berisi per malai.
3. Berat gabah rata-rata.
Pada umumnya jumlah malai per rumpun ditentukan pada fase vegetatif, sedang jumlah gabah per malai ditentukan pada fase reproduksi dan berat gabah ditentukan pada fase pematangan. Masa vegetatif yang lama akan mengakibatkan bertambahnya jumlah anakan. Akan tetapi kekurangn zat hara atau sempitnya ruangan untuk tumbuh akan membatasi pula jumlah anakan kembali. Jadi faktor-faktor kesuburan tanah dan jarak tanam juga mempengaruhi jumlah anakan yang menghasilkan malai. Sedang jumlah gabah per malai adalah tergantung pada kegiatan tanaman selama fase reproduksi. Hal ini tergantung pada kadar Nitrogen dalam tanaman pada fase ini. Kegiatan fotosintesa selama fase reproduksi menentukan pula jumlah gabah per malai.
Zat tepung didalam gabah adalah berasal dari 2 sumber, yaitu :
1. Dari hasil assimilasi sebelum pembungaan yang disimpan didalam jaringan-jaringan batang dan daun yang kemudian dirubah menjadi zat gula dan diangkut kegabah.
2. Dari hasil assimilasi yang dibuat selama fase pematangan.
Varietas-varietas padi yang berumur pendek akan menyimpan sedikit zat tepung apabila dibanding dengan yang berumur dalam. Demikian pula dengan tanaman yang dipupuk Nitrogen dengan dosis yang rendah akan menyimpan zat tepung yang lebih sedikit dari pada tanaman yang dipupuk Nitrogen yang banyak.
Semakin panjang umur sesuatu varietas semakin berat pula tanamannya. Akan tetapi hal ini hanya berlaku sampai pada suatu umur optimum tertentu, kemudian berat tanaman menjadi tetap kebilangan umur tanaman yang lebih panjang. Keadaan ini adalah berhubungan dengan adanya 2 faktor penghambat, yaitu :
1. Penghambatan karena tidak cukup ruangan untuk perluasan daun. Index luas daun (LAI) akan bertambah sesuai dengan pertambahan umur, sedang derajat pengisapan cuaca (LTR) pada tanaman akan menurun.
2. Terbatasnya persediaan zat hara untuk tanaman. Selama proses pertumbuhan tanaman mengisap zat hara yang ada dalam tanah sehingga persediaan zat hara didalam tanah akan menurun dan tanaman akhirnya akan mengalami kekurangan unsur-unsur hara tertentu, terutama Nitrogen.
Jerami merupakan hasil pertumbuhan selama fase vegetatif, sedangkan gabah merupakan hasil pertumbuhan pada fase reproduksi dan fase pematangan. Kecepatan tumbuh menurun sesudah waktu tertentu, kemudian kegiatan-kegiatan pertumbuhan relatif kurang pada fase-fase selanjutnya. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya dua faktor penghambat seperti tersebut diatas. Sehubungan dengan ini maka perbandingan antar malai dan jerami akan menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Dengan demikian produksi akan bertambah sesuai dengan perpanjangan umur sampai suatu umur optimum, kemudian produksi akan berkurang karena nilai perbandingan antara gabah dan jerami menurun.

















V. KEADAAN LINGKUNGAN

Interaksi faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi. Faktor–faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Faktor-faktor lingkungan alamiah, seperti tanah, iklim dan biologis.
2. Faktor-faktor lingkungan yang diintrodusir oleh manusia yang merupakan faktor-faktor sarana produksi, termasuk varietas, pemupukan, pemberantasan tanaman pengganggu, hama dan penyakit serta pembagian air yang cukup.
Faktor-faktor lingkungan alamiah disebut pula sebagai faktor-faktor fisik hampir tidak dapat diubah oleh manusia. Tetapi apabila faktor lingkungan ini kurang sesuai untuk menghasilkan lebih baik, maka manusia akan berusaha untuk mengubahnya guna mendapatkan hasil yang dikehendaki. Misalnya pada keadaan lingkungan alamiah yang baik dan yang ditunjang oleh sarana produksi yang cukup, bila ditanam suatu varietas padi lokal akan memberikan produksi yang relatif rendah. Akan tetapi apabila pada lingkungan ini ditanam suatu varietas padi unggul akan memberikan produksi yang tinggi. Produksi padi yang maksimal dapat dicapai apabila manusia mampu mengendalikan faktor-faktor lingkungan tersebut dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.
Dalam bab ini hanya akan dibicarakan faktor-faktor lingkungan alamiah saja sedang factor-faktor lingkungan yang diintrodusir oleh manusia akan dibicarakan dalam bab bercocok tanam.
1. Tanah.
Tanaman padi sebenarnya tidak banyak meminta banyak syarat. Faktor yang membatasi ialah penyinaran matahari. Sampai sekarang belum diketahui secara positif antar hubungan jenis tanah, sifat fisis dan hasil yang tinggi dari tanaman padi. Beberapa pusat produksi padi dapat kita lihat bahwa jenis dan sifat-sifat fisis maupun khemisnya sangat berbeda-beda. Mengingat sifat tanaman padi adalah semi equatis, maka jenis tanah yang dikehendaki ialah tanah berat yang mempunyai daya menahan air yang tinggi dan tidak terlalu banyak merembeskan air. Juga ditanah-tanah vulkanis yang ringan, padi masih dapat tumbuh dengan baik asal cukup pemupukan baik dengan pupuk organis maupun pupuk buatan. Dari segi khemis tanaman padi juga masih dapat hidup dengan baik di tanah-tanah yang relatif sudah kurang baik bila ditanami gandum. Walaupun demikian air masih sangat dibutuhkan oleh tanaman padi dan merupakan sumber bahan makanan yang tidak dapat diabaikan. Kebanyakan daerah-daerah padi berpusat didelta-delta dan ditepi-tepi sungai yang besar maupun di dataran-dataran rendah dengan maksud untuk memperoleh secara baik.
Pada umumnya padi akan tumbuh baik di tanah-tanah dengan kandungan olay yang tinggi. Meskipun air merupakan faktor yang menentukan ternyata drainage juga perlu untuk memperoleh air yang segar. Di daerah rawa-rawa yang mempunyai kandungan olay dan silt yang tinggi, bahan organik tinggi, akan tetapi karena air pembuangan tidak lancar maka hasil padi yang diperoleh kurang memuaskan. Analisis khemis dari tanah-tanah untuk tanaman padi juga belum memberikan suatu kepastian karena belum tentu bahwa suatu jenis tanah yang secara khemis adalah baik selalu memberikan hasil yang tinggi.
Beberapa faktor dari tanah yang mempengaruhi tingginya hasil padi, antara lain :
1. Adanya penggenangan dan keadaan berlumpur yang mencirikan sifat-sifat tanah sawah menjadi berbeda dengan tanah-tanah pertanian yang lain. Pada keadaan tergenang ini ternyata kesuburan tanahnya akan lebih awet dari pada keadaan kering (gogo).
2. Bahan induk dan umur tanah. Tanah muda (alluvial) yang berasal dari tehritie material memberikan hasil yang lebih tinggi dari pada tanah-tanah tua yang berkembang dari limestone.
3. Total cation exchange capacity. Tanah-tanah sawah yang memiliki exchange capacity lebih dari 22 m.e tiap-tiap 100 gram tanah, pada umumnya memberikan hasil panen yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik atau memiliki type liat montmorillonit.
4. pH tanah. Orang berpendapat bahwa tanah sawah yang baik untuk tanaman padi ialah yang mempunyai reaksi asam lemah/ netral dengan pH 5,5-6,5. Tanah– tanah sawah yang pH-nya tinggi/ basis hasilnya menurun.
5. Sulfur dalam tanah. Beberapa macam tanah ada yang banyak mengandung S, misalnya tanah-tanah pada tepi pantai yang banyak ditumbuhi tanaman–tanaman pantai. Dalam keadaan tertentu pH tanah dapat mencapai 2,0. Padahal pada pH kurang dari 4,0 tanaman padi tidak dapat tumbuh secara normal, karena timbul ion-ion Fe dan Al yang dapat meracuni tanaman padi.
6. Garam dalam tanah. Ada beberapa jenis padi yang masih dapat tumbuh pada tanah-tanah dengan kadar garam yang agak tinggi, misalnya ditepi pantai kapur putih/Madura. Pada umumnya tanaman padi tidak tahan terhadap air asin, Air garam tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Penelitian di Thailand menunjukkan bahwa air garam tersebut mempengaruhi pertumbuhan batang menjadi cukup subur, tetapi hasil dan kwalitasnya menjadi rendah, menunda saat berbunga, mengurangi jumlah dan ukuran gabah, warna daun hijau tua dan tepi daun jadi kering.
Pada umumnya hasil padi yang tinggi adalah berasosiasi dengan tanah-tanah yang mempunyai sifat-sifat :
1. Kandungan liatnya tinggi yaitu antara 40-60 %, dengan type mineral liat 2:1 (monmorillonit).
2. Kandungan bahan organik medium dengan derajat humifikasi yang tinggi.
3. Drainage baik dengan air yang tidak berlebihan.
4. Dalamnya top soil berkisar antara 18-22 Cm.
5. pH berkisar antara 5,5- 6,5.
2. Beberapa Sifat Tanah Sawah.
Keadaan air yang selalu tergenang dan proses pelumpuran pada tanah sawah, menyebabkan profil tanah sawah terbagi menjadi beberapa lapisan, yaitu air, oksidasi, reduksi, bajak, endapan Fe dan Al, serta sub-soil.
Keterangan :
1. Lapisan air.
2. Top soil (0-15 Cm), merupakan lapisan tanah yang senantiasa terolah (profil lumpur), berwarna kelabu coklat.
3. Pough pan (15-19 Cm), merupakan lapisan yang keras karena dalamnya pembajakan, kompak dan padat, berwarna kelabu bercoklat-coklatan dengan benang-benang yang berwarna kemerah merahan bekas akar-akar padi. Apabila kering lapisan ini menjadi butiran yang keras dan runcing.
4. Fe layer (19-21 Cm), berwarna kuning kecoklat-coklatan atau merah kecoklat-coklatan.
5. Mn layer (21-40 Cm), pada bagian atas berwarna hitam atau kebiru-biruan. Lapisannya lebih keras dan terdapat titik-titik Mn.
6. Sub-soil (40-Cm), berwarna coklat atau coklat kemerah-merahan dan lunak.
Selama pertumbuhan padi tanah sawah selalu dalam keadaan tergenang dengan kedalaman air sekitar 10 cm. Oleh karena itu proses secara khemis dan biologis akan terjadi pada keadaan yang spesifik ini. Permukaan tanah sawah terpisah dari udara atmosfer karena adanya penggenangan air yang mengakibatkan tidak memungkinkan adanya konsumsi oksigen (O2) dari atmosfer tersebut. Adanya O2 diperoleh dari air yang meresap kedalam tanah. Akan tetapi jumlah air yang meresap sangat sedikit karena adanya lapisan hard pan, sehingga O2 yang dibawapun juga sedikit pula. Tebalnya lapisan oksidasi ini kurang lebih 1-2 Cm. bahkan kadang-kadang kurang dari ukuran tersebut.
Didalam tanah sawah cukup banyak mengandung bahan organis yang belum sempurna terombak. Pada tanah sawah jumlahnya jauh lebih banyak dari pada tanah kering/tegalan. Dalam keadaan tergenang bahan organik ini akan terombak oleh mikrobia tanah dengan dibebaskannya karbon dioksida, ammonia, hydrogen sulfida, methan, dan asam-asam organik. Dalam perombakan ini selalu digunakan O2, sehingga dalam daerah perombakan tersebut selalu kekurangan O2 dan semua O2 dalam lapisan oksidasi selalu digunakan dalam proses perombakan bahan organik termasuk pula O2 yang terikat unsur-unsur Fe dan Mn. Oleh karena itu warna tanah yang tadinya kemerah-merahan berobah menjadi kelabu kebiruan sebagai warna dari pada Fe++. Sebagai akibat adanya proses perombakan secara anaerob ini, terbentuklah gas-gas CO2, methan, dan H2S.
Yang penting sekali diperhatikan dalam proses perombakan ini adalah nasib N2. Nitrogen yang diberikan kedalam tanah baik berupa N organik maupun pupuk buatan, akan berubah menjadi NH3 atau NH4 yang akan diikat oleh koloid-koloid liat dan kemudian akan diserap oleh akar-akar tanaman.
Dalam lapisan oksidasi NH3 ini akan berubah menjadi NO3 melalui proses nitirifikasi. NO3 tersebut larut dalam air dan bersama-sama air perkolasi masuk kelapisan yang lebih bawah. Karena suasana dalam lapisan bawah adalah anaerob NO2 akan teredusir menjadi gas NO2 atau N2 melalui proses denitirifikasi N, yang akan hilang ke udara/atmosfer. Oleh karena itu N dalam bentuk NO3 kurang bermanfaat karena tidak stabil.
Apabila NH3 langsung dimasukkan ke lapisan reduksi maka keadaannya akan sangat stabil dan tidak akan terpengaruh oleh proses nitrifikasi. Untuk pemupukan ZA atau Urea lebih baik apabila langsung dibenamkan kedalam lapisan oksidasi agar supaya NH4 tetap stabil.
Fe dan Mn yang terdapat dalam lapisan top-soil teredusir dalam lapisan reduksi sehingga muatan positif menjadi kurang. Dalam keadaan ini Fe dan Mn akan larut dalam air dan meresap kebagian bawah. Dan oleh sisa-sisa O2 yang terdapat pada lapisan ini akan teroksider kembali dan ditimbun di lapisan tersebut, sehingga terbentuk lapisan Fe dan Mn yang berwarna merah.
Dengan pemberian O2 yang banyak kedalam tanah akan memberikan perbaikan kepada tanaman. Oleh karena itu pengolahan tanah/ pengeringan sangatlah perlu bagi tanah sawah, sehingga setelah digenangi telah terjadi akumulasi NH3 yang lebih banyak, karena adanya percepatan proses mineralisasi dari bahan–bahan organik dalam tanah. Dengan demikian adanya NH3 berarti akan menambah persediaan N2 pada awal pertumbuhan.
Pada pertanaman padi gogo yang selalu dalam keadaan aerob, menyebabkan proses mineralisasi dalam tanah terjadi secara sempurna. Akan tetapi suasana aerob tersebut berjalan berlarut-berlarut sehingga kandungan bahan organik menjadi lebih rendah dari pada tanah sawah. Akibatnya kesuburan tanah pada tanah kering menjadi berkurang. Dengan sistem bertanam secara sawah, kesuburan tanah akan lebih awet dari pada secara gogo. Hal ini disebabkan karena :
1. Pada tanah sawah terjadi suatu fixasi N2 dari udara oleh algae. Sedang pada tanah kering/ gogo yang aktif mengadakan fixasi N2 adalah Azotobakter. Ternyata algae lebih aktif dari pada Azotobakter.
2. Pada tanah sawah NH3 yang berasal dari dekomposisi bahan organik maupun pupuk buatan, dalam suasana anaerob lebih stabil. Sedang NH3 yang terdapat pada tanah kering karena suasana aerob akan segera terombak menjadi NO3 melalui proses nitrifikasi.
3. Secara potensiil tanah sawah mempunyai kemampuan mensupply N lebih besar dari pada tanah kering.
4. Phosphor pada tanah sawah lebih bermanfaat dari pada tanah kering.. pada tanah kering PO4--- dibentuk dalam kombinasinya dengan Fe, Al, Ca membentuk senyawa-senyawa yang sukar larut sehingga tidak dapat diserap oleh akar-akar tanaman. Sedang pada tanah sawah karena suasana anaerob maka phosphor dalam ikatannya dengan Fe, Al, Ca terhydrolisir dan dirombak menjadi persenyawaan phosphat yang monobasis atau dibasis, dimana persenyawaan tersebut tersedia bagi tanaman.
5. Didalam air pengairan terdapat suatu konsumsi bahan-bahan anorganik yang menyuburkan tanah.

3. Iklim.
Faktur-faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi, antara lain curah hujan, kelembaban udara, cahaya matahari, temperatur dan angin.
3.1 Curah hujan.
Air adalah merupakan faktor yang terpenting untuk produksi padi, sehingga perlu adanya pengawasan terhadap air irigasi maupun drainage. Sedang jumlah air yang diperlukan untuk produksi padi sangatlah tergantung pada keadaan lingkungan, pengelolaan dan kondisi tanah. Jumlah air minimum yang dipakai kira-kira 1.000 mm per tanaman dan untuk evapotranspirasi sendiri diperlukan sebanyak 600-700 mm, tergantung pda umur tanaman, musim bertanam dan lain-lain.
Kurang lebih 80 % dari areal padi didunia, persediaan airnya berasal dari curah hujan. Kebanyakan daerah beriklim panas di Asia Tenggara mendapat curah hujan cukup banyak, yaitu lebih dari 2.000 mm per tahun. Hal ini terjadi terutama disebagian besar Birma, Thailand, Indonesia, Kamboja, Philipina, dan Vietnam Selatan.

3.2. Cahaya matahari.
Cahaya matahari khususnya untuk daerah-daerah tropis tidaklah memegang peranan yang penting. Akan tetapi apabila air bukan merupakan faktor pembatas, maka cahaya matahari merupakan faktor yang sangat mempengaruhi produksi padi. Di IRRI (Philipina) ternyata hasil padi dicapai lebih tinggi pada musim kemarau dari pada musim penghujan.
Maksimum fotosintesa selama pembungaan sampai masak adalah penting sekali untuk memperoleh hasil padi yang tinggi. Oleh karena itu keadaan langit yang berawan, hari hujan dan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dapat membatasi hasil padi. Sehubungan dengan ini maka pada pemakaian jarak tanam, dosis pupuk Nitrogen dan varietas padi yang dipakai hendaknya diarahkan agar cahaya matahari yang tersedia dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Tanaman padi dianggap sebagai tanaman berhari pendek (short day plant), dengan pengertian bahwa hari yang pendek akan mengurangi umur tanaman. Pada dasarnya reaksi varietas padi terhadap lamanya penyinaran (photoperiod) adalah sama, tetapi tingkat kepekaannya yang berbeda, sehingga dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu jenis padi yang sensitif dan yang non sensitif.
Jenis yang sensitif dapat berbunga apabila lamanya penyinaran matahari mencapai harga kritisnya dapat membawa tanaman ke phase pembungaan. Pembungaan pada penyinaran rendah ini mempengaruhi pula periode masaknya buah sehingga tanaman dapat panen dapat dipanen pada waktu tertentu. Jenis seperti ini disebut date fused dimana waktu tanam tidak berhubungan dengan saatnya berbunga dan masaknya buah, asalkan tidak terlalu dekat dengan masa kritis dan phase pembuahan. Makin pendek jarak antara waktu tanam dengan phase pembungaan akan makin rendah hasilnya.
Sebaliknya jenis padi yang non sensitif terhadap photoperiod, adalah tidak terpengaruh oleh periode-periode penyinaran matahari dan disebut periode fused, artinya periode masaknya buah selalu tetap, tidak terpengaruh oleh waktu tanam. Diantara jenis-jenis ini masih ada pula tingkat sensitifnya, termasuk jenis padi indica yang banyak ditanam di Indonesia.
Perubahan umur tanaman padi adalah merupakan salah satu efek dari photoperiod. Bagi varietas padi yang peka terhadap fotoperiode, maka makin lama panjang hari akan makin lama pula umurnya. Panjang hari yang tidak sesuai dapat menyebabkan pembungaan yang terlalu cepat atau tertunda. Sedang bagi varietas-varietas padi yang tidak peka, tidak memperlihatkan tanda-tanda respons terhadap photoperiod.

3.3. Temperatur.
Temperatur merupakan faktor pembatas terhadap tanaman padi di daerah beriklim sedang, yaitu dapat mempengaruhi umur tanaman dan pola pertumbuhan padi. Sedangkan di daerah tropis, temperatur tidaklah begitu berpengaruh. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa pada suhu yang tinggi akan menimbulkan kegiatan photosintesa dan respirasi yang tidak seimbang.
Dalam hubungannya dengan iklim, maka bagi daerah-daerah beriklim sedang (Jepang Utara), temperatur adalah merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan tanaman padi, karena temperatur di daerah tersebut selama musim pertanaman menjadi turun, sehingga dapat merusak atau mematikan tanaman padi. Sedang didaerah-didaerah subtropis keadaan temperatur adalah dalam batas-batas keselamatan tanaman, sehingga di daerah tersebut kemungkinan curah hujan yang sebagai faktor penentu atau pembatas musim tanam padi. Untuk daerah tropis, seperti Indonesia, Malaysia, Kamboja dan Vietnam, mempunyai keadaan temperatur, curah hujan dan panjang hari yang hampir tetap, akan tetapi musim bertanam masih terbatas, sehingga panjang hari dan intensitas cahaya kemungkinan merupakan faktor pengatur yang utama.
3.4 Angin.
Angin yang baik untuk tanaman padi adalah yang sepoi-sepoi, karena disekeliling pertanaman dapat memperoleh udara baru yang segar serta persediaan CO2 yang cukup. Akan tetapi angin yang kencang apalagi yang terjadi sesudah pertanaman berbunga dapat menyebabkan rebahnya tanaman. Pengaruh angin nampak jelas yaitu bila terjadi 5-10 hari sesudah berbunga.
Kerusakan yang disebabkan oleh angin kencang antara lain bertambahnya jumlah endosperm yang mati, penurunan jumlah spikelets, sterelitas, adanya reduksi dalam fotosintesa serta mengintensifkan penyebaran penyakit pada tanaman padi.














VI. BECOCOK TANAM PADI SAWAH

1. Beberapa Cara Bercocok Tanam Padi.
Karena persediaan air untuk tanaman padi pada suatu waktu disuatu daerah tidak sama, maka dikenal ada beberapa cara bercocok tanam padi, yaitu:
a. Becocok Tanam Padi secara Gogo.
Yaitu suatu pertanaman padi yang diselenggarakan secara kering. Sepanjang masa hidupnya tanaman padi gogo hidup dari air pengairan yang didapat dari air hujan dan air pengairan ini tidaklah sampai menggenang diatas permukaan tanah. Bahkan air yang menggenang dihindari dengan jalan pembuatan saluran-saluran pembungan air yang cukup.
Tanah-tanah kering/ tegalan yang dipergunakan untuk pertanaman padi gogo ini biasanya terletak didalam wilayah desa yang karena keadaannya belum dapat diubah menjadi bentuk sawah dan pada umumnya banyak dijumpai didaerah-daerah bukit atau pegunungan.

b. Bercocok Tanam Padi secara Gogo-Rancah.
Yaitu suatu cara bercocok tanam padi di sawah pada musim penghujan dengan menggunakan cara-cara gabungan antara bercocok tanam padi secara gogo dan secara sawah. Pada permulaan masa hidupnya, pertanaman padi gogo-rancah ini diselenggarakan secara padi kering (gogo), sedang pada suatu waktu apabila keadaan air pengairan sudah cukup baik, pertanaman diubah dan dilanjutkan secara pertanaman padi sawah.
Perkataan gogo-rancah yang diberikan kepada suatu cara bercocok tanam padi gogo, akan tetapi karena nantinya digenangi atau dibasahi maka namanya ditambah dengan perkataan rancah. Kata rancah ini diberikan dengan maksud agar cara ini dapat dibedakan dengan cara-cara bercocok tanam padi gogo biasa, yaitu secara kering sepanjang masa hidupnya.
Dibeberapa daerah pertanaman padi gogo-rancah, terhadap nama gogo-rancah ini diberikan nama-nama yang lain pula misalnya “sawur barus” (Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Tuban), “sawur tinggal” (Kabupaten Sukoharjo), “cempo tanjan” (Kabupaten Sragen) dan “ tektek” (Kabupaten Sumenep).

c. Becocok Tanam Padi secara Gadu.
Yaitu suatu cara bercocok tanam padi disawah pada musim kemarau dan biasanya terdapat di daerah-daerah dengan keadaan pengairan yang serba teratur dan cukup mendapat air sehingga sawah dapat ditanami dua kali didalam satu tahun. Untuk ini maka pertanaman padi yang ditanam pada musim penghujan disebut padi rendengan, sedang yang ditanam pada musim kemarau disebut padi gadu.
Luasnya padi gadu untuk tiap-tiap tahun disuatu daerah adalah tergantung pada banyak dan sedikitnya air yang tersedia. Jadi sangat ditentukan oleh keadaan iklim setempat.

d. Bercocok Tanam Padi Lebak.
Yaitu suatu cara bercocok tanam padi yang diselenggarakan di tanah-tanah yang rendah letaknya, yang pada musim penghujan tergenang air, sedang pada musim kemarau menjadi kering. Tanah-tanah semacam ini banyak dijumpai disepanjang atau disekitar sungai-sungai yang besar, yang pada musim penghujan biasanya airnya meluap sampai menggenangi tanah-tanah tersebut.
Untuk tanaman padi, tanah semacam ini adalah cukup baik kesuburannya, karena secara continue setiap tahun mendapat lumpur dari sungai sehingga hasilnya kadang-kadang juga tinggi. Akan tetapi karena pertanaman terletak didaerah yang sering kebanjiran maka risiko kegagalan juga besar.

e. Proyek Persawahan Pasang Surut.
Yaitu suatu usaha untuk memanfaatkan tanah-tanah yang selalu tergenang ditepi laut sebagai akibat air laut yang pasang, menjadi tanah-tanah pertanian atau persawahan. Untuk dapat dipergunakan sebagai tanah persawahan, maka dibuat parit-parit yang dapat mengatur tata air dan mengurangi keasaman tanah-tanah yang tergenang tersebut.
Di Indonesia kurang lebih terdapat 34.540.000 hektar luas areal pasang surut atau sama dengan 2,5 % luas Indonesia. Dari areal seluas ini terbagi menjadi 14.000.000 hektar di Sumatera, 7.000.000 hektar di Kalimantan, 13.00,000 hektar di Irian Barat, 415.000 hektar di Sulawesi dan 125.000 hektar di Jawa dan Madura. Dari jumlah seluas ini 12.000.000 hektar diantaranya yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan telah dapat dimanfaatkan untuk persawahan pasang surut.

f. Bercocok Tanam Padi secara Sawah
Yaitu sutu cara bercocok tanam padi yang diselenggarakan di tanah sawah/basah dimana selama masa hidupnya, tanaman padi mendapatkan air pengairan.

2. Cara Bercocok Tanam Padi Sawah
Untuk memperoleh produksi yang tinggi dalam bercocok tanam padi sawah, maka terdapat sepuluh pekerjaan (10) yang perlu dilakukan, yaitu :
1. membuat persemian yang baik
2. mengadakan pengolahan tanah yang sempurna
3. menggunakan varietas-varietas padi yang unggul
4. menanam dengan jarak tanam yang tepat
5. menggunakan pupuk buatan atau alam
6. melakukan penyiangan sebaik-baiknya
7. melakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit
8. memberikan pengairan yang cukup
9. melakukan panen dengan tepat
10. mengolah dan menyimpan hasil sebaik-baiknya
Semua pekerjaan-pekerjaan ini dapat dikelompokkan menjadi :
1. merawat benih
2. membuat persemaian
3. mengolah tanah sawah
4. menanam

5. mengadakan pemeliharaan tanaman, yang meliputi :
a. menyulam
b. menyiang
c. memupuk
d. mengendalikan hama dan penyakit
e. mengatur pengairan
6. melakukan panenan
7. mengolah dan menyimpan hasil panen
Dalam rangka melaksanakan intensifikasi tanaman padi (Bimas/Inmas), maka dikenal “PANCA USAHA” tanaman padi, yaitu :
1. Menanam varietas-varietas padi unggul
2. melakukan pemupukan yang rasional
3. melakukan perbaikan cara-cara bercocok tanam
4. melakukan pengendalian hama dan penyakit
5. memperbaiki tata pengairan

2.1. Syarat-syarat benih padi yang baik
Benih padi di Indonesia dapat digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu :
1. Benih Penjenis (Breeder seed)
Yaitu benih yang sangat murni dari varietas-varietas yang diperoleh dengan seleksi, introduksi atau hybridisasi. Jumlahnya sangat sedikit dan mendapat perawatan langsung dari para seleksionis.
2. Benih Teras (Nucleus seed)
Yaitu benih yang diperoleh dari perbanyakan benih penjenis. Benih ini juga dirawat langsung oleh para seleksionis.
3. Benih Dasar (Foundation seed)
Yaitu benih yang dihasilkan dari benih teras yang dikelurkan di kebun-kebun percobaan Lembaga Pusat Penelitian Pertanian.



4. Benih Pokok (Stock seed)
Yaitu benih yang diperoleh dari perbanyakan benih dasar yang dihasilkan di balai-balai benih, atau dihasilkan dari penangkar benih dibawah pengawasan Dinas Pertanian Rakyat setempat

5. Benih Penangkar (Extention seed)
Disebut pula benih sebar yaitu benih yang diperoleh dari benih pokok di kebun-kebun bibit desa, petani penangkar benih atau koperasi Pertanian, dibawah pengawasan dan bimbingan Dinas Pertanian Rakyat setempat.
Untuk menilai mutu benih dari kelima golongan benih tersebut diatas berdasarkan kemurnian varietas, kemurnian fisik benih, kadar air benih dan daya tumbuh, dimana tiap-tiap golongan mempunyai mutu benih yang tidak sama..
Tabel 6. Standar Mutu Benih Padi (Menurut Pilot Proyek Sertifikasi Benih Padi)
No Faktor Benih Dasar Benih Pokok Benih Sebar
1. Benih murni (Min/%) 98 98 98
2. Daya tumbuh (Min/%) 80 80 80
3. Benih varietas lain (maximum; %) 0 0,1 0,2
4. Kotoran benih(Maximum; %) 2,0 2,0 2,0
5. Benih perumputan(maximum; %) 0,05 0,05 0,1
6. Kadar air (max; /%) 13 13 13

Sebelum pekerjaan menanam dilakukan, terlebih dahulu perlu diadakan pengujian terhadap daya tumbuh benih, dengan tujuan untuk:
1. menentukan banyaknya benih yang akan disebar,
2. menanam pada waktu yang tepat,
3. menghemat waktu,
4. Menghemat benih dan biaya.
Apabila dalam pengujian ini ternyata daya tumbuhnya kurang dari 80 % tetapi lebih dari 60% maka petani perlu menyebar benih lebih banyak untuk mengimbangi daya tumbuh yang kurang baik. Sedang apabila daya tumbuhnya hanya mencapai kurang dari 60% maka sebaiknya benihnya tidak dapat dipakai.
Kebanyakan benih dari varietas indica sering tidak dapat berkecambah segera setelah panen. Ini disebabkan karena adanya masa istirahat benih (dormancy). Untuk beberapa varietas padi juga ada yang sedikit atau tidak mempunyai masa istirahat. Apabila iklimnya sangat basah pada waktu panen benih-benih seperti ini dapat berkecambah atau tumbuh dimalai.
Sebab-sebab dari masa istirahat benih padi, belum dapat ditentukan secara pasti. Akan tetapi terbukti bahwa kebanyakan disebabkan adanya factor-faktor penghambat yang tedapat pada sekam.
Pekerjaan yang lain perlu dilakukan sebelum benih padi disebar/ditanam ialah:
1. Mencelupkan kedalam larutan garam, dengan maksud untuk memisahkan benih yang ringan dari yang berat. Larutan garam ini dapat dibuat dengan mencampurkan 2 kaleng susu kecil garam pada 1 kaleng minyak tanah air. Dalam larutan ini benih yang bernas dan berat akan terbenam dan yang ringan akan terapung. Selain larutan garam dapat pula dipakai pupuk Z.A.
2. Merendam dan memeram benih. Benih yang sudah terpilih kemudian direndam didalam air selama 24 jam (sehari semalam) dan air perendamannya diganti setiap 12 jam. Benih yang sudah direndam selam 24 jam itu akan membengkak dan tumbuh bakal lembaganya, berupa bintik putih pada ujungnya. Kemudian benih tersebut diletakkan diatas lembaran kerung goni dan dilipat pada ujung-ujungnya sehingga benih terbungkus rapi didalamnya. Karung goni pembungkus dibasahi sejenuh-jenuhnya dan disimpan ditempat yang teduh selama 48 jam. Selama penyimpanan karung tersebut dipertahankan kebasahannya dengan cara memercikan air sewaktu-waktu.

2.2 Membuat persemaian.
Setelah benih dikecambahkan, maka bibit yang sudah mulai bertunas itu segera disebar dalam lingkungan pertumbuhan yang baik yaitu “persemaian”. Untuk ini maka persemaian persemaian perlu dipersiapkan sebelumnya agar supaya bibit yang telah berkecambah tadi dapat disebarkan tepat pada waktunya. Kita mengenal ada 3 macam persemaian, yaitu:
1. persemaian basah
2. persemaian kering
3. persemaian dapog
1. Persemaian Basah.
Untuk memperoleh bibit padi yang sehat, maka dalam membuat persemaian basah perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Persiapan persemaian. Persiapan persemaian paling tidak sudah dilakukan 25-30 hari sebelum tanam. Tanahnya dibajak satu kali dan digaru 2-3 kali. Setelah Lumpur diratakan, lalu dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran 1,0-1,5 meter lebar dan panjangnya menurut panjang petakan sawah. Tinggi bedengan kurang lebih 20 cm. dan jarak antar bedengan 30 cm tergantung pada kepadatan bibit yang akan ditanam, maka luasnya persemaian untuk tiap hektar pertanaman padi, sekitar 300-500 M2.
b. Pemupukan persemaian. Biasanya dipakai pupuk Nitrogen dengan dosis 30-60 gram Urea per M2 persemaian.
c. Merendam dalam larutan garam.
d. Merendam dalam air dan kemudian mengecambahkannya.
e. Menabur benih. Setelah dikecambahkan kemudian benih ditaburkan secara merata dan hati-hati dengan kerapatan 2-3 genggam per M2. Perlu diingat bahwa pada jarak 10 Cm. dari tepi bedengan, tidak boleh ditaburi. Selesai menabur kemudian benih dibenamkan kedalam lumpur dengan menekan-nekankan telapak tangan sampai tertutup tipis dengan Lumpur.
f. Pemeliharaan persemaian. Pada hari pertama sampai dengan hari kelima, permukaan air dikurangi sampai dibawah permukaan bedengan dan air hanya sekedar untuk membasahi tanah saja. Setelah periode ini airilah persemaian dengan teratur sesuai dengan tingginya bibit padi. Pada umur 12-15 hari setelah sebar, bibit disemprot dengan Basudin 60 atau Endrin 19,2. cc dengan dosis 1,5 cc per liter air atau 1 sendok teh per liter air. Penyemprotan tersebut diulangi kembali yaitu pada 1-2 hari sebelum bibit dicabut.
g. Mencabut dan mencelupkan bibit. Bibit dicabut apabila persemaian sudah berumur 20 hari untuk varietas-varietas unggul baru atau 30 hari untuk varietas-varietas unggul Nasional. Sebelum dicabut digenangi air lebih dahulu, untuk menghindari kerusakan akar pada waktu pencabutan. Pada waktu mencabut bibit dicabut hati-hati dengan mengangkat bagian bawah dari akarnya. Untuk membunuh telur-telur atau larva-larva hama yang mungkin ada pada daun, maka setelah bibit dicabut, perlu dicelupkan sebentar (2 detik) kedalam larutan Endrin atau Basudin 60 dengan dosis 2 cc per liter air atau 3 sendok makan dengan air satu kaleng minyak tanah. Untuk mengurangi penguapan setelah ditanam, maka bibit dari varietas unggul nasional ujungnya dipotong, sedang bibit varietas unggul baru tidak perlu dipotong untuk menghindari terjadinya infeksi penyakit kresek malalui pelukaan.








2. Persemaian Kering.
Seperti halnya pada pembuatan persemaian basah, maka pada pembuatan persemaian kering juga perlu diperhatikan langkah-langkah pekerjaan seperti : persiapan persemaian, merendam dalam larutan garam dan merendam dalam air serta mengecambahkan benih. Setelah tanah hancur, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,0-1,5 m dan panjang menurut panjangnya petakan sawah, dengan solokan air diantaranya.
Benih yang telah dikecambahkan disebar langsung diatas persemaian kemudian ditutup rata dengan tanah halus. Untuk tanah sawah seluas 1 hektar kurang lebih memerlukan benih sebanyak 40-50 Kg yang disebar pada 500 m2 persemaian
Apabila air irigasi mencukupi, solokan-solokan diantar bedengan dapat diisi air atau dapat disiram air dari sumber air yang lain paling sedikit 2 kali setiap pagi dan sore. Karena tanah dikerjakan secara kering dan tidak melumpur maka pencabutan bibit akan lebih mudah dari pada persemaian basah. Umur bibit juga sama seperti pada persemaian basah, yaitu antara 20-30 hari.

3. Persemaian Dapog
Metode persemaian ini biasa dipergunakan dibeberapa daerah dimana keadaan airnya berlebihan. Persiapan tanah persemaian sama seperti pada persemaian basah, yaitu setelah menggaru terakhir kemudian dibuat persemaian dengan lebar 1 m dan panjang secukupnya. Permukaan persemaian diratakan kemudian ditutup dengan daun pisang, kertas semen, kantong pupuk atau plastic.
Setelah benih dikecambahkan kemudian disebar rata diatas persemaian. Banyaknya benih yang diperlukan untuk pertanaman padi seluas 1 hektar kurang lebih 40 – 60 Kg . yang dapat disebar pada luas persemaian 40 – 60 m2 .
Bibit yang sudah berkecambah kemudian disiram air setiap pagi dan sore sambil ditekan perlahan-lahan dengan tangan atau papan sampai bibit berumur 3–4 hari, dengan maksud agar supaya akar-akar bibit akan selalu berhubungan dengan air pada bahan penutup persemaian sehingga bibit tidak akan menderita kekeringan. Setelah periode ini bibit digenangi terus-menerus setinggi 1-2 cm. Bibit sudah cukup ditanam pada umur 10-14 hari. Kemudian persemaian tadi dipotong-potong menurut ukuran yang diperlukan dan setiap potongan itu digulung dengan ujung-ujung bibit terletak dibagian dalam dan akarnya dibagian luar. Pemotongan bibit tidak dilakukan karena pada umur ini tinggi bibit hanya sekitar 10 cm.
Keuntungan metode persemaian dapog dibanding dengan persemaian yang lain ialah bibit sudah siap untuk dapat ditanam dalam waktu yang relatif singkat. Disamping itu dalam metode ini juga akan terhindar dari adanya kerusakan akar maupun batang sebagai akibat pekerjaan mencabut bibit, sehingga diharapkan dengan memakai metode tersebut hasil panennya akan lebih tinggi.
Apabila dengan persemaian kering dan dapog kebutuhan benih untuk tiap-tiap luas pertanaman adalah 40-60 kg, maka dengan persemaian basah diperlukan benih sebanyak 35 kg dengan daya kecambah 60%. Mengenai hubungan daya kecambah dan kebutuhan benih untuk tiap-tiap hektar pertanaman padi dengan memakai persemaian basah dapat dilihat pada daftar table dibawah ini :




Tabel 7. Penyesuaian Kebutuhan Benih Per Hektar Dengan Daya Kecambah Untuk Pertanaman Padi Yang Menggunakan Persemian Basah.

No Daya Kecambah
(%) Kebutuhan Benih per Hektar
Kg Liter
1 60 35 59,3
2. 64 33 55,9
3. 68 31 52,5
4. 72 29 49,1
5. 76 27,6 46,7
6. 80 26 44
7. 84 25 42,3
8. 88 23,8 40,3
9. 92 22,8 38,6
10. 96 21,8 36,9
11. 100 21 35,5

Sumber : Surowinoto et al., (1974), Bercocok Tanam Padi Sawah dengan Teknologi Baru, Dept. Agronomi, IPB, Bogor, pp108.

2.3 Mengolah Tanah Sawah.
Pekerjaan mengolah tanah sawah, dilakukan kurang lebih 20-30 hari sebelum tanam yang dapat dilakukan baik dengan tenaga hewan (sapi/kerbau) maupun dengan traktor. Pada prinsipnya semua pekerjaan baik yang memakai tenaga hewan maupun traktor dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu membajak/mencangkul dan menggaru/menyikat. Pada setiap pekerjaan ini sesuai dengan fungsinya, mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Untuk pekerjaan membajak/mencangkul, mempunyai tujuan :
1. memperbaiki tata udara tanah yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan akar padi.
2. merangsang berkecambahnya biji-biji tanaman pengganggu sehingga pada waktu digaru dapat tersebar merata keseluruh petakan sawah, untuk kemudian dalam keadaan tergenang dirombak oleh mikrobia tanah dan menghasilkan persenyawaan sebagai sumber pupuk Nitrogen.
Sedang untuk pekerjaan menggaru/menyikat bertujuan :
1. Membantu terciptanya lapisan kadar air (lapisan bajak) yang berguna untuk mencegah meresapnya air dan tercucinya unsur-unsur hara selama pertumbuhan tanaman padi.
2. Menciptakan struktur lumpur sebagai tempat tumbuh yang baik bagi tanaman padi sawah.
3. Memberantas sisa-sisa tanaman pengganggu yang masih hidup.
4. Menyebar-ratakan jerami, rumput-rumputan dan lain-lainnya yang kemudian dibenamkan.
Mengenai pekerjaan mengolah tanah sawah, bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang dianjurkan melainkan suatu keharusan. Untuk daerah satu dengan daerah yang lain cara-cara pengolahan tanah tidaklah sama yaitu disesuaikan dengan kondisi tanah setempat. Akan tetapi untuk mendapatkan kondisi tanah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi, maka cara-cara mengolah tanah sawah yang baik adalah sebagai berikut :
Airilah petakan sawah secukupnya satu minggu sebelum mengolah tanah dengan tujuan agar supaya tanah menjadi lunak sehingga akan mempermudah pengolahan tanah. Sebelum pekerjaan membajak/mencagkul dimulai, lobang-lobang pemasukan dan pembuangan harus ditutup dahulu, untuk mencegah hilangnya Nitrogen dari hasil perombakan bahan organic. Jerami dibabad dan disebarkan merata baru kemudian petakan sawah dibajak/dicangkul berkeliling dari bagian luar/tepi menuju kebagian tengah petakan sawah. Sudut-sudut petakan sawah yang tidak terbajak, dicangkul bersama-sama dengan memperbaiki pematang/galengan sawah. Untuk mencegah hilangnya Nitrogen sebagai akibat adanya proses denitrifikasi, maka semenjak saat pembajakan sampai saat penggaruan, petakan sawah keadaannya tetap tergenang (basah).
Segera setelah dibajak, maka petakan sawah digenangi sedalam + 10 cm. Selama 7-10 hari. Keadaan seperti ini sudah cukup untuk melunakan-melunakan gumpalan tanah, menumbuhkan sisa biji-biji rerumputan dan mempermudah perombakan/penghancuran bahan-bahan organic segar yang sudah terpotong-potong. Apabila tanah yang sedang diolah adalah ringan maka setelah penggenangan tersebut, air dipetakan sawah dikurangi untuk mengetahui rata dan tidaknya permukaan tanah. Kemudian dimulai dengan penggaruan pertama. Mula-mula garulah petakan sawah kearah melintang. Pada penggaruan pertama ini gumpalan-gumpalan tanah akan hancur dan rumput, jerami serta tunggul dibenamkan kedalam lumpur sehingga memudahkan perombakan.
Selesai penggaruan pertama, air tetap dipertahankan selama 7-10 hari untuk menumbuhkan sisa-sisa biji rerumputan dan kemudian garulah untuk kedua kalinya dengan arah memanjang dan melintang, sehingga sisa biji-biji rerumputan yang baru saja berkecambah terbenam secara sempurna dan tanah menjadi lebih halus.
Selesai penggaruan kedua, air tetap dipertahankan selama 7 hari, untuk mengendapkan lumpur dan mencegah serta mencegah pengerasan tanah. Kemudian dilakukan penggaruan yang ketiga atau terakhir untuk melumpurkan tanah secara sempurna dan meratakan tanah. Apabila dipergunakan pemupukan dasar, sebaiknya dilakukan sebelum penggaruan terakhir, sehingga langsung dapat dimasukkan kedalam tanah. Selanjutnya tanah sudah siap untuk ditanami.
Apabila tanahnya adalah tanah berat, maka segera setelah selesai penggenangan, terus dibajak kedua kalinya, lalu digenangi selama 7-10 hari. Kemudian dilakukan penggaruan serta perataan tanah dan selanjutnya tanah sudah siap untuk ditanami.
Dalamnya pembajakan adalah 20-25 cm. Apabila dalamnya pembajakan kurang dari ukuran ini, maka pembenaman rumput/tanaman pengganggu kurang sempurna sehingga dapat menghambat pertumbuhan akar. Akan tetapi apabila pembajakan terlalu dalam, lebih dari 25 cm, dapat mengakibtkan turunnya hasil panen karena hasil perombakan bahan organic terbenam terlalu dalam sehingga sukar dicapai oleh akar-akar padi.
Mengenai berapa kali tanah itu harus diolah (dibajak dan digaru), untuk tiap-tiap daerah adalah tidak sama, sebab hal ini akan tergantung kepada :
1. kesempatan/ lamanya waktu untuk mengolah tanah
2. keadaan tanah
3. jenis alat yang dipakai
4. keadaan air yang tersedia
5. keuangan dari petani
Akan tetapi pada umumnya pengolahan tanah sawah hanya dilakukan membajak/mencangkul 2 kali dan menggaru 2 kali untuk tanah-tanah berat. Sedang untuk tanah-tanah ringan cukup dengan dibajak 1 kali dan digaru 1 kali. Sebagai petunjuk bahwa hasil pengolahan tanah itu baik, ialah :
1. Tanaman pengganggu, jerami, rumput-rumputan dan sisa tanaman lain telah hancur secara sempurna.
2. Air pengairan diatas permukaan tanah yang sudah diolah nampak rata, sebagai akibat adanya proses pelumpuran yang baik.
Cara-cara pengolahan tanah tersebut dapat dikerjakan dengan menggunakan tenaga hewan maupun mesin (traktor). Hewan adalah dipergunakan untuk menarik bajak ringan tipe pahat dengan moldboard untuk membelah tanah dan juga untuk menarik garu dengan gigi-gigi dari kayu atau besi untuk melumpurkan dan meratakan petakan sawah.
Menurut penelitian yang telah dilakukan di IRRI (Philipina), sebuah traktor tangan dengan kekuatan 8-10 daya kuda, dapat menyelesaikan pekerjaan dalam ¼ waktu yang diperlukan oleh kerbau. Untuk luas areal sawah 1 hektar, dengan menggunakan kerbau diperlukan waktu 6 hari untuk membajak dan 8 hari untuk menggaru. Sedang dengan sebuah traktor tangan diperlukan rata-rata 0,994 hari untuk membajak dan 2 hari untuk menggaru. Walaupun demikian penggunaan tenaga hewan sebagai penarik bajak dan garu dalam pengolahan tanah sawah, untuk beberapa daerah tidak dapat ditinggalkan. Hal ini dapat disebabkan karena kebanyakan petakan sawahnya tidak sesuai untuk diolah secara mekanisasi, karena ukurannya yang kecil dan berteras-teras, sehingga sering kali diperlukan putaran-putaran yang mengakibatkan kelambatan dan kehilangan waktu. Padahal bagan atau desaign traktor tangan tidak memungkinkan untuk dapat mengolah seluruh tempat-tempat dekat sudut atau dekat galengan. Oleh karena itu apabila seorang petani hendak memutuskan untuk mengganti tenaga hewan dengan tenaga mesin, maka perlu mempertimbangkan factor-faktor :
1. Modal permulaan.
Modal permulaan sebuah traktor tangan adalah lebih mahal dengan bertambah kekuatan mesinnya.


2. Umur.
Umur kerbau atau traktor adalah tergantung kepada cara pemeliharaan serta beban pekerjaan yang diberikan kepadanya. Pada umumnya seekor kerbau dapat dipekerjakan disawah kira-kira selama 10 tahun atau 6,500 jam kerja. Sedang sebuah traktor tangan dapat dipekerjakan kira-kira selama 5 tahun atau 6.000 jam dan sebuah traktor besar dapat melayani kira-kira selama 12 tahun atau 12.000 jam.
3. Keselamatan.
Sebuah traktor bisa diperoleh kembali apabila dicuri orang, tetapi seekor hewan setelah dicuri kemungkinan lalu dijual atau disembelih.
4. Pemeliharaan.
Untuk traktor tidak diperlukan obat-obatan, rumput dan bahan penguat, tetapi hanya memerlukan bahan bakar (bensin) dan minyak pelumas. Disamping itu





traktor tidak memerlukan bahan bakar apabila sedang istirahat, tetapi hewan harus diberi makan.
5. Menjalankan.
Untuk menjalankan traktor tangan diperlukan suatu keahlian.
6. Ongkos tiap-tiap satu tahun pekerjaan.
Ongkos tersebut akan ditentukan oleh banyaknya jam daya kuda yang diperlukan dan oleh harga jam daya kuda.
7. Pemilikan tanah.
Pemilikan tanah yang kurang dari 8 hektar, apabila mengunakan traktor adalah tidak ekonomis.




2.4. Menanam.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada waktu menanam padi ialah :
1. Pola bertanam dan jarak tanam.
2. Cara-cara menanam.
Pola bertanam yang dipakai tanaman padi, pada umumnya menganut pola bertanam dalam bentuk hubungan kwadrat atau persegi panjang, dengan jarak tanam yang berbeda-beda tergantung kepada tinggi tempat, varietas padi yang ditanam, kesuburan tanah dan musim bertanam. Jarak tanam yang dipakai ini dapat 20x20 cm, 25x25 cm, atau 30x30 cm, sehingga akan menentukan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman dalam bercocok tanam padi merupakan salah satu factor yang perlu mendapat perhatian, karena factor ini turut menentukan tinggi-rendahnya hasil gabah kering per satuan luas tanah, yaitu sangat erat hubungannya dengan jumlah malai per satuan luas dan jumlah gabah per malai.
Antara jumlah malai per satuan luas dan jumlah gabah per malai terdapat suatu korelasi yang negative artinya dengan bertambahnya jumlah malai per satuan luas (jarak tanam rapat) akan diikuti dengan menurunnya jumlah gabah per malai.
Dalam hubungannya dengan kerapatan tanaman, kita dihadapkan kepada suatu dilemma, Yaitu dengan bertanam lebih rapat, maka bibit dan biaya bertanam menjadi lebih besar dn pemeliharaannya juga lebih sukar. Sedang dengan bertanam lebih lebar (jarang), kurang efisien. Untuk menghadapi dilemma ini maka sangatlah penting adanya kerapatan bertanam, yang paling menguntungkan (efisien) atau jarak tanam yang tepat. Jarak tanam yang tepat ini dapat memberikan hasil yang tinggi, karena :
1. terdapat pembagian zat-zat hara dan sinar matahari yang lebih merata.
2. Jumlah anakan berada dalam keadaan yang menguntungkan (optimal).
3. proses pembungaan dan pemasakan merata.
4. dapat mencegah kerebahan.
5. pertumbuhan tanaman pengganggu dan serangan hama/penyakit relative lebih sedikit.
6. pemakaian benih lebih efisien.
7. jumlah malai persatuan luas adalah optimum dengan panjang malai yang merata.
Untuk varietas padi yang beranak sedikit biasanya akan lebih berhasil apabila ditanam dengan jarak tanam yang rapat. Sedang varietas padi yang beranak banyak, memerlukan jarak tanam yang lebih lebar untuk mencegah pertumbuhan yang saling menutupi.
Sebelum pekerjaan menanam padi dilakukan maka terlebih dahulu membuat larikan-larikan tanaman sesuai dengan pola bertanam yang telah ditentukan. Pembuatan larikan tanaman dilakukan setelah pupuk dasar disebar dipetakan sawah, yaitu pupuk fosfat dan kalium untuk varietas unggul Nasional dan Urea untuk varietas unggul baru. Kemudian petakan sawah diratakan dan selanjutnya dibuat larikan dengan arah membujur dan melintang dengan alat caplak atau tali. Apabila petakan sawah sulit untuk dicaplak, maka dapat dipakai alat segitiga.
Bibit yang sebelumnya sudah dicelupkan kedalam larutan obat pemberantas hama lalu dibawa kepetakan sawah dan kemudian ditanam dengan 2-3 batang per rumpun. Perlu diperhatikan bahwa setelah selesai menanam air petakan sawah dibiarkan macak-macak selama 3-5 hari, untuk mencegah hilangnya bibit akibat genangan air.
Pengaturan air selanjutnya akan diberikan dalam sub bab pemeliharaan tanaman.

2.5. Pemeliharaan Tanaman.
Dalam pekerjaan pemeliharaan ini akan meliputi pekerjaan-pekerjaan :
a. menyulam
b. menyiang
c. memupuk
d. mengendalikan hama dan penyakit
e. mengatur pengairan

a. Menyulam
Pekerjaan menyulam dilakukan kurang lebih setelah tanaman berumur 5-7 hari. Rumpun-rumpun yang mati sebaiknya diganti dengan tanaman baru dari persemaian.

b. Menyiang
Pekerjaan menyiang tanaman padi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :
1. Penyiangan pertama dilakukan setelah tanaman berumur 30 hari. Pada penyiangan pertama ini waktunya diatur bersamaan dengan pemupukan Nitrogen kedua untuk varietas unggul baru dan pemupukan Nitrogen kesatu untuk varietas unggul Nasional. Sebelum menyiang air dipetakan sawah dikurangi sampai macak-macak, lobang-lobang pemasukan dan pengeluaran ditutup. Untuk mempercepat dan mempermudah pekerjaan menyiang, dapat dipakai dengan alat landak atau yang sejenis dengan itu, tetapi tidak jarang pula dikerjakan dengan tangan. Sebaiknya rumput yang mudah membusuk dibenamkan kedalam tanah, sedang yang sukar dapat dibuang keluar petakan sawah. Setelah selesai penyiangan pertama, lobang–lobang pemasukan dan pengeluaran tetap ditutup dan air tetap dipertahankan macak-macak selama 4 hari.

2. Penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman padi berumur 25 hari. Seperti halnya dengan penyiangan pertama, maka waktu penyiangan kedua juga diatur bersaman dengan pemupukan ketiga untuk varietas unggul Baru dan pemupukan kedua untuk varietas unggul Nasional. Sedang caranya juga sama dengan penyiangan pertama hanya saja setelah selesai penyiangan kedua ini air dipetakan sawah tetap dipertahankan sedalam 7 cm. Sampai lumpur-lumpur dipetakan sawah mengendap kembali.
Pekerjaan menyiang tanaman padi ini mempunyai 2 tujuan, yaitu :
1. untuk membersihkan rumput-rumputan atau tanaman pengganggu lainnya yang merupakan saingan bagi tanaman padi dalam mendapatkan air, unsur-unsur hara, sinar matahari dan ruang hidup.
2. Melakukan pengolahan tanah secara ringan terhadap tanah yang pada periode tersebut sudah mulai memadat.

c. Memupuk.
Yang dimaksud dengan pupuk ialah semua bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Kandungan unsur-unsur hara tersebut dinyatakan dengan % unsur hara yang dikandung didalamnya.
Dengan ditanaminya tanah-tanah sawah dengan padi secara terus-menerus, maka tanah lama kelamaan akan kekurangan unsur-unsur hara, khususnya unsur-unsur hara essensiel. Hal ini disebabkan karena adanya produksi bahan organic (jerami dan gabah) yang senantiasa selalu terambil pada waktu panen . Untuk mengimbangi hilangnya unsur-unsur hara ini maka tanah sawah perlu diadakan pemupukan, dengan tujuan memberikan zat-zat hara kedalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman padi agar supaya diperoleh produksi yang dikehendaki.
Selain dari pemupukan, tanah sawah juga mendapatkan unsur-unsur hara yang berasal dari hasil pelapukan batuan atau mineral dan penambahan silt serta garam-garam yang terbawa air irigasi. Dibawah ini dicantumkan pula sebuah daftar mengenai unsur-unsur hara yang terambil pada waktu panen
Tabel 8. Unsur-unsur Hara Yang Terserap Tanaman Padi Untuk Menghasilkan 4.074 kg/hektar.

Unsur Hara Jumlah Unsur hara dlm tanaman padi pada waktu panen (kg/ha) Juml. Unsur hara diserap untuk Menghasilkan 44 Kg gabah kering
Jumlah seluruh tanaman Jumlah dalam bulir Jumlah seluruh tanaman Jumlah dalam bulir
N 90 48,0 0,83 0,44
P 20 13,0 0,18 0,10
K 219 11,0 2,02 0,10
Ca 34 12,0 0,31 0,11
Mg 25 9,0 0,23 0,08
Fe 12 1,6 0,11 0,01
Mn 12 2,3 0,11 0,02
Si 1,780 371,0 16,48 3,43

Dari daftar diatas ternyata bahwa untuk menghasilkan unsur-unsur N, P, dan K merupakan unsur yang penting. Sedang Si kebanyakan pada jerami. Hal ini sesuai dengan fungsinya untuk menguatkan jaringan-jaringan tanaman sehingga tidak mudah terserang hama atau penyakit. Sebaliknya unsur N banyak yang terbawa oleh gabah pada waktu panen. Oleh karena itu tanah sawah membutuhkan unsur N dan juga P dan K dalam jumlah yang cukup untuk mendapatkan produksi padi yang tinggi.
Fungsi ketiga macam unsur tersebut pada tanaman padi antara lain :
1. Peranan unsur N
1. membuat bagian-bagian tanaman menjadi lebih hijau karena banyak mengandung chlorofil yang penting dalam proses fotosintesa.
2. pempercepat pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan pertunasan.
3. menambah ukuran daun dan besar gabah.
4. memperbaiki kuaalitas beras terutama kandungan proteinnya.
5. menyediakan bahan makanan bagi mikrobia yang bekerja menghancurkan bahan organic tanah.
2. Peranan unsur P
1. merangsang perkembangan akar sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan.
2. mengaktifkan proses pembentukan anakan.
3. mempercepat masa panen sehingga dapat mengurangi resiko akibat dari keterlambatan waktu tanam.
4. menambah nilai gizi dari beras dengan bertambahnya kadar P didalamnya.

3. Peranan unsur K
1. membantu perkembangan akar tanaman padi.
2. membantu proses pembentukan protein.
3. menambah daya tahan tanaman terhadap beberapa penyakit.
4. merangsang mengisinya gabah.
Karena besarnya pengaruh ketiga macam unsur tersebut terhadap pertumbuhan tanaman padi, maka apabila terjadi salah satu dari ketiga unsur ini didalam tanah akan menimbulkan gejala-gejala pada tanaman padi yang spesifik, yaitu :
1. Gejala Kekurangan Unsur N
1. daun-daun muda berwarna hijau pucat yang dimulai dari ujung daun.
2. daun-daun yang dewasa mengecil, tipis dan mula-mula berwarna kuning, kemudian coklat dan akhirnya mengering.
3. tanaman kerdil.
4. anakan sedikit.




2. Gejala Kekurangan Unsur P
1. tanaman menjadi kerdil.
2. perakaran tidak dapat berkembang dengan baik.
3. pembentukan buah kurang sempurna.



3. Gejala Kekurangan Unsur K
1. Tanaman tetap kerdil.
2. Daun dewasa mulai mati mulai dari ujung yang kemudian menjalar kesepanjang pinggir daun.
3. Pertumbuhan upih dan batang terlambat.



Dalam memupuk tanaman padi maka terdapat factor-faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. macam pupuk yang diberikan.
2. dosis pupuk
3. waktu dan cara memupuk.
Mengenai macam pupuk yang diberikan dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu pupuk anorganik (buatan) dan pupuk organic (alam). Yang disebut pupuk organic ialah pupuk yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan, seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos.
Pupuk alam sebagai pupuk dasar yang diberikan 7-10 hari sebelum tanam dapat digunakan sebanyak 10 ton setiap hektarnya, sedang untuk pupuk anorganik dilakukan sebanyak dua kali yaitu pemupukan pertama pada umur 3-4 minggu setelah penyiangan dan pemupukan kedua pada umur 6-8 minggu setelah penyiangan dengan dosis urea sebanyak 100 kg ZA atau 50 kg urea/ha, 100 kg DS atau 75 kg TS/ha, dan 50-100 kg ZK/ha.
Untuk varietas padi unggul Nasional.
1. ½ bagian dari dosis yang telah ditentukan, diberikan pada waktu periode beranak yaitu pada waktu umur 4 minggu setelah tanam, bersamaan dengan pekerjaan penyiangan pertama.
2. ½ bagian atau sisa dari dosis yang telah ditentukan, diberikan pada waktu periode pembentukan primordial yaitu pada waktunya dengan pekerjaan penyiangan kedua.
Mengenai cara pemberian pupuk Nitrogen ada 2 cara, yaitu :
1. Deep placement, yaitu dengan cara menempatkan bola Lumpur berisi pupuk Nitrogen pada kedalaman tertentu dibawah tanah. Cara ini adalah kurang praktis sehingga jarang-jarang dilakukan.
2. Disebar kemudian dibenamkan kedalam tanah. Dengan cara ini kehilangan N adalah kecil karena pupuk Nitrogen langsung dimasukan kedalam lapisan reduksi sehingga NH4 dapat dimanfaatkan oleh tanaman lebih banyak. Akan tetapi apabila hanya disebar saja tanpa dibenamkan, maka pupuk Nitrogen akan berada pada lapisan oksidasi dan pada zone ini semua persenyawaan N dalam bentuk NH4 akan dirombak menjadi NO3- akan dirombak menjadi gas Nitrogen, melalui proses denitrifikasi.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka agar supaya cara pemupukan Nitrogen pada tanah-tanah sawah lebih bermanfaat perlu diperhatikan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Sebelum memupuk air dipetakan sawah dikurangi sampai keadaan macak-macak, agar supaya tersebar merata ditanah dan cepat terombak menjadi NH4+.
2. Semua lobang-lobang pemasukan dan pembuangan air harus ditutup, untuk menjaga agar supaya pupuk tidak hanyut oleh aliran air.
3. Setiap kali selesai memupuk, petakan sawah jangan diairi dulu selama 3 hari, agar supaya pupuk dapat bereksi sebaik-baiknya dengan tanah.
4. Cara menyebar pupuk yaitu mengikuti barisan tanaman, sejauh 1,5-2,0 meter, sehingga dapat tersebar rata

b. Pupuk Fosfat
Dari hasil-hasil penelitian ternyata bahwa tanaman padi pada umumnya tidak bereaksi positip terhadap pemupukan P. Oleh karena itu penelitian mengenai pemupukan P pada padi sawah jarang-jarang dilakukan. Unsur P yang tersedia didalam tanah, diambil oleh tanaman padi dalam bentuk HPO42- dan H2PO4- dan dipengruhi oleh kadar P dalam tanah, reaksi tanah, dosis, waktu dan cara pemupukan.
Fosfat yang cukup dalam tanah perlu untuk penyerapan N dan apabila fosfat tersedia terbatas, tanaman tidak tumbuh secara normal sehingga hasilnya menjadi berkurang. Adanya penggenangan pada tanah-tanah sawah, biasanya akan meningkatkan jumlah fosfat yang tersedia. Hal ini disebabkan adanya proses reduksi dari ferri fosfat yang tidak larut menjadi ferro fosfat yang larut. Oleh karena itu penggunaan fosfat akan lebih baik pada tanah-tanah tergenang (sawah) dari pada tanah-tanah kering.
Fosfat dalam tanah dengan mudah dapat bereaksi dengan unsur-unsur mineral tanah. Pada tanah-tanah sawah yang asam atau alkalis sekali, relative sedikit fosfat yang tersedia bagi tanaman. Pada pH yang rendah, kurang dari 5.0 fosfat akan diikat oleh unsur-unsur Fe dan Al sehingga kurang tersedia bagi tanaman. Demikian pula pada pH yang tinggi (alkalis), lebih dari 8,0 fosfat akan diikat oleh Ca. Tersedianya fosfat yang optimal yaitu pada pH antara 6,0-7,0.
Macam-macam pupuk fosfat yang penting untuk tanaman padi antara lain : Superfosfat tunggal (ES), Superfosfatrangkap (DS), Superfosfat tipel (TSP) dan Kalium magnesium fosfat (F.M.P.), masing-masing dengan kandungan P2O5 20, 38-48, dan 19 %. Sedang dosis umum untuk tanaman padi adalah 20-30 KG. P2O5 per hektar atau 45-60 kg TSP atau 70-100 kg DS per hektar, baik untuk varietas padi unggul Baru maupun unggul Nasional.
Pupuk fosfat diberikan pada waktu satu hari sebelum tanam atau pada saat akan menanam dengan dimasukkan kedalam Lumpur, pemberian pupuk fosfat yang jauh lebih awal ini dimaksudkan agar suaya setelah penggenangan akan terjadi proses reduksi sehingga pada waktu fase pertumbuhan vegetatif aktif, jumlah fosfat yang tersedia sudah cukup banyak.
Perlu pula diingat bahwa sebelum memupuk, semua lobang-lobang pemasukan dan pembuangan air harus ditutup. Dan selama 3 hari setelah tanam petakan sawah jangan diairi.

c. Pupuk Kalium.
Pengaruh dari unsur Kalium terhadap tanaman padi, pada umumnya tidaklah sejelas pengaruh pupuk Nitrogen dan Fosfat. Oleh karena itu didalam program intensifikasi (Bimas/Inmas). Jarang-jarang atau tidak pernah dianjurkan pemupukan Kalium. Hal ini disebabkan karena tanah sawah masih dianggap cukup banyak mengandung unsur K yang diperoleh dari tanah, jerami yang dikembalikan ke sawah dan dari air irigasi. Sebenarnya kebutuhan tanaman padi akan Kalium justru lebih besar dari pada Nitrogen dan Fosfat. Akan tetapi sebagian dari Kalium ini adalah untuk pembentukan jerami dan sekam kira-kira 80-90 % dari jumlah Kalium yang tersedia didalam tanah.
Macam-macam pupuk Kalium yang dapat diberikan pada tanaman padi ialah Kalium chloride (KCl), Kalium sulfat (K2SO4) dan Kalium magnesium sulfat (KMg(SO4), masing-masing dengan kandungan K2O 52-55, 45-52, dan 25 %. Sedang dosis yang dianjurkan ialah 50 Kg K2O per hektar atau setara dengan 100 kg Kalium sulfat (ZK) atau Kalium chlorida (KCl) Waktu dan cara pemberiannya adalah sama dengan pupuk fosfat.

d. Pupuk majemuk.
Yang dimaksud dengan pupuk majemuk ialah suatu jenis pupuk yang mengandung dua atau lebih unsur-unsur hara. Untuk menyatakan kandungan suatu unsur didalam pupuk tersebut diberikan kode yang menyatakan proses dari unsur yang dikandung didalamnya. Misalnya Rustika Yellow dengan 15-15 -15 berarti pada tiap-tiap 100 Kg pupuk tersebut, mengandung 15 Kg N, 15 Kg P2O5 dan 15 Kg K2O. Atas dasar macam dan jumlah unsur-unsur yang dikandung maka dikenal bermacam-macam pupuk majemuk, antara lain :
1. Pupuk NP
a. Amofos (16-20-0)
b. Amofos (11-48-0)
c. Diamofos (20-50-0)
d. Leunafos (20-20-0)
2. Pupuk NK
a. kalium amoniumchlorida (13-0-22)
b. kalium nitrat (13-0-44)
c. Natriumkaliumnitrat (15-0-15).
3. Pupuk PK.
a. kaliumetafosfat (0-60-40)
b. Monokaliumfosfat (0-32-34)
4. Pupuk NPK
a. Amofoska I (12-24-12)
b. Amofoska II (10-20-15)
c. Amofoska III (10-20-15)
d. Nitrofoska I (18-13-22)
e. Nitrofoska II (15-11-27)

f. Nitrofoska III (17-17-22)
Untuk tanaman padi biasanya pupuk majemuk ini dipakai pada pemupukan dasar (pendahuluan), sedang untuk pemupukan susulannya dapat dipakai Urea.

2. Pemupukan dengan pupuk organik
Macam-macam pupuk organic yang diberikan pada tanaman padi meliputi pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos. Pada umumnya mempunyai kandungan unsur-unsur hara yang relative rendah. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam dan ternak misalnya, kurang lebih mengandung 0,5 % N, 0,23 % P2O5, dan 0,5 %; sehingga untuk 1 ton pupuk kandang didalamnya akan mengandung 5 Kg N, 2,5 Kg P2O5 dan 5 Kg K2O. Tiap hektar tanah sawah untuk menghasilkan padi secara menguntungkan dapat dipupuk dengan 5 ton pupuk kandang. Apabila suatu keluarga petani yang memiliki sawah seluas satu hektar, maka dengan dua ekor kerbau ia sudah mempunyai bahan yang cukup untuk memupuk padinya secara menguntungkan.
Pupuk hijau yang berasal dari Sebania dan Phaseolus rata-rata mengandung 2,25 % dan 2,20 % N. Dalam tiap-tiap hektar pertanaman ini, mampu untuk menghasilkan 180 dan 88 Kg N, dimana sebagian hasil N ini disediakan oleh tanah melalui proses fixasi N.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan di IRRI (Philipina), pertanaman rumput-rumputan seluas satu hektar dalam waktu dua bulan dapat menghasilkan bahan kering sebanyak tiga ton atau sama dengan 25 Kg N, 15 Kg P2O5 dan 94 Kg K2O, dapat dikembalikan lagi kedalam tanah, Analisa kimiawi menunjukkan bahwa dalam rumput-rumputan mengandung 0,97 % N, 0,05 % P2O5 dan, 15 % K2O.
Pupuk organic diberikan bersama-sama pada waktu mengolah tanah sawah. Untuk pupuk hijau sebaiknya diberikan apabila tanaman pupuk hijau tersebut telah mencapai pertumbuhan vegetatif yang maximal yaitu pada waktu menjelang fase berbunga. Sebelum pupuk hijau dibenamkan kedalam, tanah digenangi terlebih dahulu agar supaya hilangnya N dapat dicelah tidak baik karena tanaman padi akan menjadi kekuning-kuningan sebagai akibat adanya peristiwa immobilisasi nitrogen tanah. Disamping itu selama 2 minggu proses penghancuran pupuk hijau didalam tanah, dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat mematikan bibit padi. Oleh karena itu sebaiknya padi ditanam 2-3 minggu setelah pupuk hijau dibenamkan kedalam tanah.
Menurut Rice Mineral Nutrition Symposium (IRRI, 1964) tentang pemupukan padi dengan pupuk organik dinyatakan sbb
1. Pada kondisi tanah yang jelek, maka penggunaan yang tepat akan pupuk organic, akan dapat menaikan hasil panen.
2. Pemupukan dengan pupuk hijau dan kompos adalah perlu sebagai tambahan sumber N.
3. Pupuk hijau dari Leguminosae adalah sumber N yang baik dan pada kondisi tropis efeknya sama dengan Z.A.
4. Di Negara-negara yang perekonomiannya sudah maju pupuk hijau adalah sumber N yang tidak ekonomis.
5. Pupuk hijau dapat mengakibatkan penyakit-penyakit fisiologis apabila dipakai tidak tepat karena adanya proses reduksi dalam tanah.
6. Khususnya pada tanah-tanah yang produktif pemakaian pupuk organic adalah kurang efektif.

2.6. Mengatur air pengairan.
Yang dimaksud pengairan atau irigasi ialah pemberian air pada tanah untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Sedang tujuannya ialah untuk memberi tambahan air hujan dan memberikan air kepada tanaman dalam jumlah yang cukup, pada waktu yang diperlukan. Selain itu air pengairan juga mempunyai peranan-peranan yang lain, yaitu :
a. untuk mempermudah pengolahan tanah.
b. Mengatur tanah
c. Membersihkan tanah dari pengaruh kadar garam dan asam yang terlalu tinggi.
d. Menggenangi tanah untuk memberantas tumbuhan pengganggu.



Cara pemberian air kedalam petakan sawah dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
1. Secara terus menerus, yaitu memberikan air pada kedalaman tertentu dan diatur sedemikian rupa sehingga cukup untuk menggenangi petakan sawah terus menerus selama satu musim tanam padi tanpa menderita kekeringan.
2. Secara terputus putus, yaitu memberikan air kepetakan sawah sampai mencapai ketinggian tertentu dan dibiarkan hingga petakan sawah mengering dengan sendirinya atau dibuang apabila telah jenuh.






Sedang cara pengairan yang mana yang akan dipakai adalah tergantung kepada keadaan setempat dan persediaan air.
Kebutuhan air untuk tanaman padi tiap-tiap satu hektar rata-rata adalah 1 liter per detik, dengan perincian sebagai berikut :
a. pembibitan selama 2 minggu : 0,6 I/detik/Ha.
b. pengolahan tanah 4 minggu : 1,2 I/detik/Ha.
c. penanaman selama 2 minggu : 0,6 I/detik/Ha.
d. pertumbuhan selama 12 minggu : 0,6 I/detik/Ha.
e. pemasakan selama 2 minggu : tidak diairi.
Untuk memperoleh hasil panen yang diharapkan maka cara mengatur air pengairan adalah sebagai berikut :
1. Untuk Varietas Unggul Baru :
a. Setelah bibit ditanam atau setelah pemupukan N pertama, selama 3 hari petakan sawah tidak diairi tetap dibiarkan dalam keadaan macak-macak.
b. Mulai 4-14 hari setelah tanam, diberi pengairan setinggi 7-10 Cm. agar supaya temperature tanah tidak menjadi naik yang dapat mengakibatkan tanaman layu.
c. Mulai 15-30 hari setelah tanam, petakan sawah digenangi terus setinggi 3-5 Cm. Genangan air yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan anakan, sedang apabila kekurangan air pada periode ini akan mengurangi jumlah anakan. Oleh karena itu periode ini disebut peride kritis pertama.
d. Kemudian air dikurangi sampai macak-macak selama 5 hari yaitu mulai 30 sampai 35 hari setelah tanam, untuk melakukan pemupukan N yang kedua.
e. Mulai 35-50 hari setelah tanam, petakan sawah digenangi lagi selama 15 hari, sedalam 5-10 Cm.
f. Kemudian air dikurangi sampai macak-macak selama 5 hari yaitu mulai 50 sampai 55 hari setelah tanam, untuk melakukan pemupukan N yang ketiga.
g. Pada umur 55 hari sampai pertanaman berbunga serempak digenangi air terus menerus sedalam 10 cm. kekurangan air pada peride ini dapat menyebabkan pembentukan malai dan buah terhambat sehingga mengakibatkan kehampaan. Periode ini disebut kritis kedua.
h. Pada waktu 7-10 hari sebelum panen petakan sawah dikeringkan.

2. Untuk Varietas Unggul Nasional
a. Setelah bibit ditanam, selama tiga hari petakan sawah jangan diairi, tetapi dibiarkan dalam keadaan macak-macak.
b. Mulai umur 4-14 hari setelah tanam, diberi pengairan setinggi 7-10 cm.
c. Mulai umur 15-30 hari setelah tanam, petakan sawah digenangi terus-menerus setinggi 3-5 cm
d. Dari umur 30-35 hari setelah tanam, petakan sawah dikeringkan untuk melakukan pemupukan N yang pertama.
e. Mulai umur 35-50 hari setelah tanam, petakan sawah digenangi lagi sedalam 5-10 cm
f. Mulai umur 50-55 hari setelah tanam, petakan sawah dikeringkan sampai macak-macak, untuk melakukan pemupukan N yang kedua.
g. Mulai umur 55-65 hari setelah tanam, petakan sawah digenangi lagi setinggi 10 cm
h. Mulai umur 65-70 hari setelah tanam, petakan sawah dikeringkan sampai macak-macak
i. Mulai umur 70-pengisian gabah, petakan sawah digenangi terus-menerus, sedalam 10 cm.
j. Mulai umur 7-10 hari sebelum panen, petakan sawah dikeringkan
Pada periode-periode tertentu dalam pengaturan air pengairan ini terdapat waktu-waktu dimana petakan sawah harus dikeringkan sampai keadaan macak-macak. Tindakan ini dimaksudkan untuk :
1. Memberi kesempatan kepada akar-akar padi memperoleh keadaan aerasi yang baik, sehingga perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman lebih baik.
2. Menaikkan temperature tanah, sehingga akan menstimulir kegiatan mikrobia tanah dalam proses perombakan bahan organic.
3. Menghilangkan gas-gas beracun yang timbul seperti H2S, CH4, sebagai akibat adanya proses reduksi.
4. Membatasi perpanjangan ruas-ruas batang sehingga tanaman tidak mudah roboh.
5. Mengurangi jumlah anakan yang tidak berkembang dengan baik
6. Menyeragamkan pemasakan buah
Tidak semua pertanaman padi sawah selalu mendapatkan air pengairan secara teratur. Kadang-kadang dijumpai di suatu daerah pada suatu waktu pertanaman padi yang menderita kekeringan. Akan tetapi tidak jarang di daerah yang lain dijumpai pertanaman padi yang selalu mendapatkan air pengairan yang cukup sepanjang tahun. Semua keadaan seperti ini adalah tergantung kepada keadaan air di daerah tersebut serta cara-cara pengaturannya, sehingga dikenal adanya beberapa daerah Pertanian, yaitu :
1. Daerah Pertanian dengan pengairan tidak teratur, sehingga semua pengaturan pengairannnya diusahakan secara gotong-royong oleh desa dan petani.
2. Daerah Pertanian dengan pengairan setengah teknis, sehingga penampungan dan pengambilan airnya dari sungai oleh dinas pengairan setempat dengan bangunan pengairan yang permanent atau semi permanent, tetapi belum dapat diukur secara tepat, sedang pembagian airnya kebawah tetap diatur oleh petani secara gotong-royong.
3. Daerah Pertanian dengan pengairan secara teknis, sehingga segala sesuatu pengaturan pengairannnya diatur oleh dinas pengairan dengan terukur tepat dan pembagian serta penyalurannya ke sawah diatur oleh petani.
Daerah-daerah Pertanian dengan pengairan secara teknis maupun setengah teknis disebut daerah pengairan. Daerah pengairan ini dibagi lagi menjadi tiga daerah, yaitu :
1. Daerah pengairan primer, dengan saluran airnya disebut saluran primer atau saluran induk.
2. Daerah pengairan sekunder, dengan saluran airnya disebut saluran sekunder.
3. Daerah pengairan tersier, dengan saluran airnya disebut saluran tersier yang memberikan air langsung kepetakan sawah-sawah.








VII. HAMA, PENYAKIT DAN TUMBUHAN PENGGANGGU

Hama dan penyakit tanaman padi serta tumbuhan pengganggu yang tumbuh diantaranya, merupakan salah satu factor yang penting yang ikut menentukan tinggi rendahnya hasil panen. Kerusakan tanaman padi yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit pada umumnya berkisar antara 5-10 %, walaupun kadang-kadang dijumpai pula adanya kerusakan sampai mencapai 100 %. Rumput sebagai tumbuhan penganggu juga dapat menurunkan hasil panen kurang lebih sampai 36 %. Oleh karena itu untuk mengamankan produksi padi, diperlukan adanya pegendalian hama dan penyakit serta tumbuhan penganggu (gulma). Untuk tiap-tiap hama dan penyakit serta tumbuhan penganggu (gulma) ini sesuai dengan sifat-sifatnya diperlukan cara-cara pengendalian yang kadang-kadang berbeda-beda. Bermacam-macam cara pengendalian pada umumnya dapat digolongkan menjadi :
1. Secara fisik atau mekanik
Yaitu cara pengendalian dengan menggunakan factor-faktor fisik dan cara-cara mekanik. Misalnya pada pengendalian hama gudang dengan pengaturan udara dan kelembaban, pengendalia hama tikus dengan cara gropyokan dan lain-lainnya.
2. Secara Kimiawi
Yaitu cara pengendalian dengan menggunakan pestisida baik yang disebar pada tanamannya, langsung dikenakan pada hamanya maupun dengan menggunakan umpan yang beracun.
3. Secara Biologi/ Hayati
Yaitu cara pengendalian dengan menggunakan factor-faktor musuh hama/ penyakit (parasit/ predator) yang bersangkutan untuk mengurangi populasi hama atau penyakit. Misalnya hama ganjur (Pachydiplosis oryzae dikendalikan dengan parasitnya, Platygaster oryzae).
4. Cara Bercocok Tanam
Yaitu cara pengendalian dengan menggunakan cara-cara bercocok tanam sedemikian rupa sehingga hama penyakit dan tumbuhan penganggu tidak mendapat kesempatan untuk merusak tanaman sehingga jumlahnya tetap rendah.
5. Menanam varietas-varietas padi yang resisten terhadap serangan hama atau penyakit

A. Hama dan Cara Pengendaliannya
Bahan-bahan pengendalian hama pada pengendalian secara kimiawi, dapat dibedakan menjadi :
1. Insektisida, untuk mengendalikan serangga
2. Rodentisida, untuk mengendalikan binatang-binatang pengerat
3. Akarisida, untuk mengendalikan tungau
Dari ketiga macam bahan pengendalian hama ini yang biasanya dipakai pada tanaman padi adalah insektisida dan rodentisida. Atas dasar cara kerjanya maka dikenal 4 golongan insektisida, yaitu :
a. Insektisida Perut, yaitu insektisida yang merusak bagian tubuh serangga setelah masuk melalui mulut dan saluran makanannya, sehingga serangga tersebut terbunuh.
b. Insektisida Kontak, yaitu insektisida yang dapat membunuh serangga setelah melekat pada bagian luar dari salah satu anggota badan/ tubuh serangga
c. Insektisida Sistemik, yaitu insektisida yang dapat membunuh serangga setelah dapat diambil oleh akar atau bagian tanaman lainnya yang kemudian disebarkan keseluruh jaringan tanaman
d. Insektisida Fumigan, yaitu insektisida yang terbentuk gas dan dapat membunuh serangga setelah melalui saluran-saluran pernapasannya
Insektisida yang biasa dipakai pada tanaman padi adalah insektisida perut, kontak, dan sistemik. Sebagian besar dari insektisida-insektisida tersebut adalah persenyawaan organic yang mengandung bahan aktif chlor dan fosfor.membunuh tikus dan binatang-binatang pengerat lainnya ialah warfarin, zink fosphida, racumin.







Tabel 8. Beberapa insektisida yang biasa dipakai untuk mengendalikan hama pada tanaman padi

No. Insektisida Cara Kerja Toksisitas LD 50, mg/kg Persistensi Keterangan
A. Yang mengandung Persenyawaan Chlor
1. DDT Kontak, perut 113 Sangat persisten Mempunyai efek lanjutan lama
2. Gamma-BHC (Lindane) Kontak, perut, sistemik & Fumigan 125 Persisten (1 tahun atau lebih) Efek lanjutan lama
3. Endrin Kontak, perut - - Tidak merusak tanaman
B. Yang mengandung Fosfor
4. Parathion (Folidol M) Kontak, perut, fumigant 9 Tidak persisten Efek lanjutan pendek
5. Malathion Kontak, perut 1000 Sedikit persisten Efek lanjutan pendek
6. Diazinon (Basudin 60) Kontak, perut, sistemik 108 Tidak persisten Efek lanjutan sampai 10 hari
7. Endosulfan (Thiodan) Kontak, perut 43 Tidak persisten -
8. Penitrothion (Sumithion) Kontak, perut 250 Agak persisten Efek lanjutan lama
9. Phosfamidon (Dimecron) Kontak, sistemik 23,8 Tidak persisten Efek lanjutan sampai 5 hari
10. Phorate (Thimet) Kontak, sistemik dan fumigan 1,1 Sedikit persisten Efek lanjutan sampai 12 minggu
11. Azodrin Kontak, sistemik 21 Tidak persisten -
C. Rodentisida
12. Warfarin Perut persisten
13. Phosfida Perut Agak persisten

Dalam pengendalian hama padi, dipakai beberapa alat semprot (sprayer) yang mempunyai peranan untuk membago-bagi cairan obat yang bervolume besar menjadi butiran-butiran yang bervolume lebih kecil. Alat-alat semprot yang bnyak dipakai adalah :
1. Compressed Air Sprayer
Di Indonesia sering dikenal sebagai alat semprot otomatis. Alat semprot ini mempunyai kapasitas tangki antara 10-15 liter, dimana disesuaikan dengan tenaga manusia yang membawanya. Sedang kemampuan pompa untuk menghimpun tenaga/ tekanan adalah 5-6 atmosfer. Dari tangki keran dihubungkan dengan slang karet dan tongkat semprot berikut nozzlenya. Macam-macam merk yang dikenal dari alat semprot ini adalah kyoritsu, arimatsu, birchyemer.
2. Knap Sack Sprayer
Alat semprot ini memakai pompa hidrolik. mempunyai kapasitas tangki antara 10-15 liter. Disebut pula sebagai alat semprot semi otomatis. Macam-macam merk yang dikenal dari alat semprot ini adalah saval, kyoritsu, arimatsu.
3. Power Sprayer
Alat semprot tersebut juga memakai pompa hidrolik. Hanya saja apabila knap sack sprayer pemompaan udara digerakkan oleh tangan, maka power sprayer digerakkan oleh motor. mempunyai kapasitas tangki yang lebih besar dari pada knap sack sprayer. Demikian pula banyaknya cairan yang disemprotkan adalah lebih banyak daripada alat semprot punggung. Pada waktu cairan keluar dari nozzle, butiran-butiran akan dipecah lagi menjadi butiran yang lebih halus oleh suatu arus udara yang ditimbulkan oleh kipas yang terdapat dalam motor sprayer. Kipas udara ini digerakkan bersama-sama dengan gerakan pemompaan hydrolik oleh motor.
Dalam melakukan pengendalian hama, perlu memperhatikan hal-hal sebgai berikut :
1. Simpanlah bahan-bahan pengendalian hama ditempat semula dan jika mungkin disimpan di dalam botol atau kaleng yang tertutup. Berilah etiket yang jelas yang menerangkan bahwa bahan tersebut adalah beracun.
2 Tempat menyimpan obat pemberantas hama harus agak jauh dari ruangan yang didiami atau dari tempat menyimpan bahan makanan.
3. Jangan minum, makan atau merokok swaktu bekerja dengan obat-obatan pemberantas hama.
4. Pada waktu menyemprot, seluruh badan sebaiknya tertutup oleh pkaian.
5. Setelah bekerja, cucilah tangan dan badan dengan sabun sampai bersih, kemudian segera ganti pakaian yang bersih.
6. Apabila tangan atau bagian badan lainya terdapat luka yang terbuka, sebaiknya jangan bekerja dengan obat-obatan tersebut.
7. Dalam mencampur obat dengan air, bekerjalah dengan hati-hati jangan sampai mengenai kulit badan dan sebaiknya pakailah sarung tangan.
8. Janganlah menyemprot berlawanan dengan arah angina dn sewaktu menyemprot pakailah penutup hidung.
9. Jangan membung tempat bekas obat pemberantas hama. Sebaoknya dibakar atu dirusak kemudian dibenamkan.




Apabila pada suatu saat terjadi keracunan obat-obat pembrantas hama, maka tindakan yang segera perlu dilakukan ialah :
1. Segera memanggil dokter atau bawa sipenderita ke poliklinik yang terdekat dan beri tahu nama obat yang menyebabkan keracunan.
2. Apabila racun tersebut sampai termakan, maka sambil menunggu dokter, diusahakan agar si penderita dapat muntah untuk meringankan keracunan.
3. Apabila usaha untuk muntah tidak berhasil, berilah sipenderita dengan air garam (1 gelas air dengan 2 sendok the garam dapur ).
4. Apabila si penderita sampai menjadi tidak sadar, janganlah sekali-kali beri minum atau diusahakan untuk muntah tetapi tunggulah sampai sadar kembali.
5. Apabila si penderita tetap belum sadar, maka tidurkanlah terlentang dengan letak kepala miring, kemudian tanggalkan dan lepaskanlah segera pakaian yang terkena bahan racun serta alat-alat yang mengikat badan.
6. Janganlah sekali-kali memberi air susu atau minuman air lain yang berlemak. Akan tetapi berilah Norit sebanyak 50 gram untuk ½ liter air apabila telah muntah. Setengah jam setelah terjadi keracunan, tidak boleh diusahakan pemuntahan lagi, dan sebgai gantinya berilah sipenderita minum sebanyak mungkin dengan ditambah putih telur.
7. Apabila hasil penolongan pertama masih meragukan, sebaiknya bawalah si penderita ke dokter.
8. Apabila kulit badan yang terkena racun, tanggalkan segera pakaian dan cucilah dengan bersih. Tetapi apabila mata yang terekena racun, maka cucilah segera dengan air bersih selama 15 menit.
9. Perlu diketahui bahwa ternak dan ikan sangat peka terhadap obat-obat pemberantas hama. Oleh karena itu janganlah mencuci alat-alat semprot atau alat-alat lain disembarang tempat (kolam, sungai, atau tempat-tempat mandi ). Demikan pula air bekas cucian tidak boleh dibuang disembarang tempat.
10. Apabila sedang bekerja kemudin terasa kurang enak badan, sebaiknya hentikanlah pekerjaan tersebut, dan pergilah kepoliklinik untuk diperiksa. Beritahulah obat-obat apa yang dipergunakan.

Beberapa hama penting yang menyerang tanaman padi, antara lain :
1. Penggerak Batang Padi.
Termasuk golongan serangga yang cukup banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman padi. Golngan serangga tersebut ada 4 macam, yaitu :
a. Penggerak batang padi putih (Typoryza innotata).
Serangannya banyak dijumpai pada daerah-daerah dengan ketinggian tempat kurang dari 200 mter dari permukaan laut. Ulatnya langsing, berwarna kekuning-kuningan. Kupu-kupunya ramping dan berwarna putih. Kupu-kupu tersebut meletakkan telur-telurnya dekat ujung dana atau diatas permukaan daun dalam bentuk kelompok.
b. Penggerak batang padi kuning (Typoriza incertulas)
Serangannya dapat dijumpai baik didataran rendah maupundipegunungan. Ulatnya langsing dan berwarna kekuning-kuningan. Kupu-kupunya berwarna kuning jerami dengan kepala yang jelas.
c. Penggerak batang padi bergaris (Chilo suppressalis)
Pada punggung ulat terdapat garis-garis berwarna kecoklat-cokltan dengan ujung sayap yang berwarna gelap.
d. Penggerak batang padi merah jambu (Sesamia inferens).
Ulatnya sesuai dengan namanya yaitu berwarna merah jambu. Sedang kupu-kupunya berwarna kelabu kecoklat-coklatan dan tegap.



Serangan yang ditimbulkan oleh masing-masing penggerak batang padi adalah hampir sama. Serangan pada saat sebelum berbunga disebut “sundep”, sedang serangan yang terjadi selama fase pembungaan, yang menghasilkan bulir-bulir padi kosong/hampa, berwarna putih keabu-abuan, disebut “ beluk”.
Serangan sundep ditandai dengan adanya daun-daun muda dari batang utama maupun dari anakan menjadi layu, kemudian menggulung, mengering dan akhirnya mati. Hal ini disebabkan karena sambil makan batang sebelah dalam, ulatnya juga mengerat bagian pangkal batang.
Tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya serangan penggerak batang padi, ialah :
a. Adanya kelompok telur yang terdapat dipermukaan daun, baik sebelah atas maupun sebelah bawah.
b. Nampak adanya kupu-kupu yng berterbangan kesana kemari maupun yang terapung dipermukaan air.
c. Terdapatnya ulat pada lobang-lobang tanaman padi apabila batangnya dibelah.
d. Daun-daun yang termuda mengkerut atau mengecil, karena kekurangan air sebagai akibat pangkal batang yang sudah terpotong.
e. Terdapat adanya gejala-gejala sundep atau beluk.
Hama penggerak batang padi dapat diberantas dengan cara-cara kimiawi maupun mekanis. Secara kimiawi dipakai insektisida sistemik dan insektisida kontak. Sedang secara mekanis dilakukan dengan jalan :
a. Membakar jerami setelah panen, untuk memberantas ulat penggerek batang padi atau kepompong.
b. Menggenangi tanah-tanah sawah sesudah panen agar supaya ulat dan kepompongnya mati.
c. Membersihkan rumput-rumput yang tumbuh dipematang sawah yang kemungkinan dapat dipakai sebagai tanaman inangnya.
d. Menanam varietas-varietas padi yang tahan terhadap sundep dan beluk.
Sebagai insektisida sistemik yang banyak dipakai untuk memberantas hama penggerek batang padi ialah gamma BHC-6G Agrocida, Sandoz 6626-5G, Sividol 8-8G. Diantaranya yang paling efektif adalah gamma BHC-6G, karena insektisida tersebut mempunyai pengaruh lanjutan yang lama yaitu sampai 35 hari. Disamping itu juga mempunyai daya keracunan yang rendah bagi hewan.
Cara pemakaian gamma-BHC yang terbentuk butiran adalah sebagai berikut :
a. Genangilah petakan sawah sampai setinggi 5 cm, kemudian sebarlah obat tersebut sampai merata.
b. Setelah selesai ditabur, air dipetakan sawah dipertahankan selama 4 hari.
c. Waktu dan dosis pemakaian dapat diberikan sbb :
- 15 hari setelah tanam dengan dosis 1 Kg bahan aktif per hektar atau 17 Kg gamma-BHC.
- 30 hari setelah tanam dengan dosis 2 Kg bahan aktif per hektar atau 30 Kg gamma-BHC.
- 75 hari seelah tanam dengan dosis 3 Kg bahan aktif per hektar atau 50 Kg gamma-BHC.
Untuk insektisida kontak, banyak dipakai Endrin 19,2 e.c. dan Diazinon (Basudin 60), dengan cara-cara pemakaian sebagai berikut :
Tabel 9. Dosis Pemakaian Insektisida Kontak Untuk Padi Sawah Seluas Satu Hektar
No. Umur Tanaman (dari sebar) Tempat Jumlah campuran obat dan air pada konsentrasi 2 cc/lt air
1. 15 hari Persemaian 20 liter/0,05 ha
2. 25 hari Sawah 500 liter/ha
3. 65 hari Sawah 750 liter/ha
4. 95 hari Sawah 1.000 liter/ha

2. Hama Putih (Nymphula depunctalis)
Serangan hama ini mudah dilihat dengan ditandai adanya daun-daun disana sini yang nampak putih, tembus cahaya. Hal ini disebabkan karena bagian daun yang hijau habis dimakan ulat. Disamping itu terdapat pula daun-daun yang menempel pada batang atau diatas air, yang didalamnya terdapat ulat. Ult tersebut berwarna kuning pucat atau hijau muda. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan penyemprotan dengan insektisida kontak (Endrin 19,2 e.c. atau Diazinon) seperti pada penggerek batang padi.
3. Hama Ganjur (Pachydiplosis oryzae)
Hama ini menyebabkan matinya titik tumbuh karena dimakan/dirusak ulat. Adanya serangan hama ini ditandai dengan gejala menggulungnya daun-daun muda seperti bulu landak atau daun bawang, berwarna putih kekuning-kuningan. Hama tersebut menyerang tanaman padi sebelum berbunga. Pengendalinnya dapat digunakan gamma BHC tepung, Endrin 19,2 e.c. dan Diazinon.






4. Hama Wereng
Hama wereng sebenarnya terdiri dari beberapa jenis serangga yang mempunyai gejala yang sama. Kerusakan yang ditimbulkan karena serangga tersebut mengisap cairan dari daun dan batang padi. Serangga pen:yebabnya berdasarkan cara hidupnya dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Plant-hopper atau wereng batang padi, yaitu yang hidupnya dibagian bawah tanaman
b. Leaf-hopper atau wereng daun padi, yaitu yang hidupnya pada daun-daun padi (bagian atas tanaman).
Yang termasuk golongan Plan-hopper adalah Nilaparvata lugens dan Sogatella furcifera, sedang yang termasuk goglongan leaf-hopper adalah Nephotetic aficalis, Nephotetic inpictiacepts, Inazuma dorsalis, dan Thaia sp. Dari bermacam-macam serangga ini yang banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman padi adalah Nephotetic aficalis dan Nilaparvata lugens. Secara spesifik serangga tersebut mempunyai sifat jalannya miring apabila diganggu dan pandai meloncat. Jenis-jenis ini dapat menimbulkan penyakit-penyakit virus, seperti tungro, kerdil kuning.
Adanya serangan ditandai dengan gejala-gejala:
1. Pada batang yang muda, banyak terdapat becak-becak berwarna cokelat lalu menguning, kemudian membusuk.
2. Pada tanaman yang tua, serangan tidak menyebabkan kematian tetapi buah padinya banyak yang hampa.
Pengendalian terhadap hama ini dapat dilakukan dengan penyemprotan memakai obat Sevin, Basudin 60, Folidol, dan Thimet.












6. Ulat Tentara (Army Worm)
Hama ini biasanya timbul setelah musim kemarau yang panjang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kerusakan yang besar. Salah satu tanda dari hama ini adalah menyerng tanaman padi dengan secara tiba-tiba, demikian pula hilangnya dari petakan sawah. Sifat yang spesifik dari hama tersebut ialah kebiasaan berpindah-pindah tempat dalam jumlah yang besar, menyerupai tentara. Kerusakan yang ditimbulkan karena ulat-ulatnya yang makan daun sehingga habis sama sekali.
Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan memakai obat Sevin, DDT, Baudin 60, Malathion, dan Folidol.
Penyebab hama tersebut ialah ulat tentara coklat hitam (Spodoptera mauritia), ulat tentara bergaris kuning (Lphygma exempta) dan ulat tentara kelabu (Pseudoletia unipuncta).

7. Walang sangit (Leptocorixa acuta Thunb)
Walang sangit termasuk salah satu hama yang sering menimbulkan kerusakan pada tanaman padi, terutama di daerah-daerah yang curah hujannya merata sepanjang tahun dan di daerah-daerah yang berpengairan baik. Ciri yang khas dari serangga ini adalah adanya bau yang kurang enak yang keluar apabila serangga tersebut tersinggung atau terpegang. Kerusakan yang ditimbulkan karena baik seranggga yang masih muda atau dewasa mengisap isi buah padi muda, sehingga mengakibatkan buah padi menjadi kosong/hampa, berwarna coklat, atau kehitam-hitaman sebagian atau seluruhnya.
Untuk mengendalikan hama ini dapat dilakukan dengan cara :
a. Menangkap walang sangit baik yang muda maupun yang tua dengan memakai jala atau lampu perangkap.
b. Lampu perangkap yang dipakai adalah lampu perangkap minyak tanah biasa yang ditempatkan di bak-bak/ember-ember yang berisi air atau minyak tanah untuk kemudian ditempatkan di sawah.
c. Menyemprot dengan obat-obat pengendali hama, seperti Endrin, Malathion, Basudin 60, gamma BHC w.p., yang dilakukan pada saat padi berbungan serempak sampai stadia masak susu.







8. Kepinding Tanah (Rice Bug)
Disebut juga kepinding air (Scotenophora vermiculata) berwarna coklat hitam. Pada waktu siang hari gerakannya lamban dan biasanya berkumpul secara bergerombol ditengah-tengah di bagian bawah tanaman atau sedikit masuk kedalam lumpur akan tetapi apabila cuaca mendung, kepik tersebut naik kebagian tanaman yang lebih tinggi atau dibawah daun. Pada waktu malam hari suka terbang dalam bentuk bergerombol dan tertarik akan cahaya.
Kerusakan yang ditimbulkan karena serangga tersebut mengisap batang padi, sehingga mengakibatkan daun-daun menjadi kuning dan kering/mati, batangnya menjadi busuk dan mudah dicabut.
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara :
a. Meninggikan permukaan air dan kemudian menyiramnya dengan ¼ liter minyak tanah tiap-tiap 100 m2.
b. Memasang lampu perangkap, kemudian dikumpulkan dan dibinasakan
c. Melakukan penyemprotan dengan Sevin, DDT, Thiodan, Malathion, Folidol, dengan dosis 1,0-1,25 kg bahan aktif per hektar

9. Hama Tikus (Rattus-rattus brevicaudatus)
Tikus sawah termasuk salah satu hama padi yang penting. Kerusakan yang ditimbulkan semenjak dari persemaian sampai panen, bahkan padi yang sudah disimpan di dalam gudang juga diserang pula.
Sebelum melakukan pengendalian terhadap hama tikus, terlebih dahulu harus dilakukan pengamatan ada dan tidaknya tikus di sawah, dengan jalan melihat-lihat tanda-tanda tikus, yaitu liang-liang tikus, lubang-lubang pelarian, timbunan-timbunan, bekas jejak kaki tikus, bekas karatan-karatan dan rusaknya pertanaman padi. Setelah jelas nampak adanya tanda-tanda tersebut, baru dapat dilakukan pengendalian. Pengendalian tikus di sawah dapat dilakukan dengan cara :
a. Secara mekanis, dengan cara gropyokan. Cara ini adalah cara yang tertua dan sukar dilaksanakan secara meluas, akan tetapi apabila dilakukan dengan teratur serta terorganisir dapat mengurangi populasi tikus.
b. Secara kimiawi, dengan menggunakan obat Zink Phosphide (bereaksi cepat), dan warfarin, Coumarin, Racumin (bereaksi lambat).
c. Secara hembusan (Fumigasi), dengan memakai obat kalium cyanamida, carbon dioksida, atau belerang dioksida.
Pada penggunaan obat yang bereaksi cepat mempunyai kelemahan-kelemahan :
• Membahayakan manusia, hewan dan binatang peliharaan
• Menimbulkan kecurigaan pada tikus, segera setelah diberi umpan
Untuk obat Zink Phosphide digunakan perbandingan obat dengan umpan (gabah) sama dengan 1 : 100. Untuk sawah seluas satu hektar diperlukan 30 gram Zink Phosphide atau 3 kg campuran umpan yang dibagi dalam 300-500 onggokan/tumpukan. Untuk warfarin dipakai perbandingan obat dengan umpan sama dengan 1 : 20. Tiap-tiap onggokan/tumpukan umpan dimasukkan kedalam potongan bambu yang diletakkan sepanjang pematang setiap jarak 10 meter. Waktu pemberian umpan dapat dilakukan pada umur 15 hari setelah sebar (di persemaian), 20 hari setelah tanam (di sawah), dan 45 hari setelah tanam (di sawah).
Untuk membinasakan tikus-tikus terhadap umpan, maka beberapa malam sebelumnya dilakukan pemberian umpan pendahuluan (beras atau jagung) yang tidak beracun. Pengumpanan yang sesungguhnya (yang beracun) dapat dilakukan 3-5 hari setelah pemberian umpan pendahuluan.














2. Beberapa Penyakit Padi yang Penting
Penyakit-penyakit yang biasa menyerang tanaman padi, dapat disebabkan oleh bakteri, cendawan, virus, nematode dan penyakit-penyakit fisiologis, diantaranya adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan ditandai dengan adanya becak-becak yang terbatas pada daun, pelepah daun dan batang. Sedangkan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus akan menunjukkan pertumbuhan tanaman yang kurang normal seperti kerdil, daun-daun berubah warnanya dari hijau menjadi kekuning-kuningan atau jingga. Untuk penyakit fisiologis memperlihatkan adanya becak-becak berwarna pada daun dan pertumbuhan yang tidak normal.
A. Penyakit yang disebabkan bakteri
1. Penyakit Leaf blight
Penyebabnya adalah bakteri Xanthomonas oryaze. Gejala pertama yang nampak ialah timbulnya becak-becak berwarna kuning pada sepanjang tepi daun bagian atas. Becak-becak ini kemudian berkembang dengan cepat sejajar dengan tulang daun. Bila sebagian besar daun-daunnya telah terserang, warnanya berubah menjadi kuning atau putih kotor dan akhirnya mati. Penularan berjalan melalui pelukaan.
Pengendalian dilakukan dengan cara :
a. jangan memotong ujung tanaman varietas-varietas yang peka, untuk mencegah terjadinya infeksi dari bakteri-bakteri.
b. menjaga agar supaya sawah atau persemaian tidak menderita kebanjiran

2. Penyakit Leaf Streak
Penyebabnya adalah bakteri Xanthomonas translucens. Penyakit ini lebih berbahaya daripada penyakit leaf blight. Gejala serangan ditandai dengan adanya garis-garis tipis yang berwarna kuning. Selanjutnya garis-garis tersebut memanjang dan membesar dan akhirnya seluruh daun menjadi berwarna kuning atau putih kotor. Penyakit-penyakit leaf blight dan leaf streak dikenal sebagai penyebab penyakit kresek.



B. Penyakit yang disebabkan Cendawan
1. Penyakit becak daun piricularia atau penyakit blast pada padi. Penyakit ini antara lain menyebabkan busuk pangkal malai atau busuk leher. Penyebabnya adalah cendawan Piricularia oryzae Adanya serangan penyakit ini ditandai dengan adanya becak-becak/bintik-bintik pada daun sebesar 1-3 mm berbentuk belah ketupat. Kerusakan yang hebat terjadi apabila pangkal malai diserang, yang mengakibatkan gejala serangan seperti beluk, dengan becak coklat keabu-abuan disekeliling pangkal malai.
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan jalan :
a. mengurangi dosis pupuk nitrogen yang berlebihan pada varietas-varietas yang peka.
b. membakar batang dan jerami sebelum menanam tanaman yang baru.

2. Penyakit becak daun Helminthosporium
Disebut juga sebagai penyakit brown spot pada tanaman padi. Kerusakan yang ditimbulkan yaitu pada daun lembaga, pelepah daun dan pada kulit buah padi. Pada daun menimbulkan becak-becak/bintik-bintik kecil, bulat sampai lonjong. Disamping itu menyerang pula batang padi dengan gejala-gejala yang sama. Pada buah padi menimbulkan becak-becak hitam dipermukaannya.
Pencegahan terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan cara :
a. menanam varietas-varietas yang tahan
b. pemupukan dengan pupuk kalium

3. Penyakit becak daun, Cercopora
Kerusakan yang ditimbulkan penyakit ini biasanya hanya terbatas pada daun saja, dengan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala dari Helminthosporium Akan tetapi becak-becak yang ditimbulkan oleh Cercospora berbentuk memanjang, sedang oleh Helminthosporium berbentuk bulat atau lonjong.
Cara pengendalian yaitu dengan menanam varietas-varietas yang tahan.










4. Penyakit becak daun Rhizoctonia solani
Kerusakan yang ditimbulkan penyakit ini biasanya terdapat pada pelepah daun, daun dan batang dengan gejala-gejala adanya becak-becak yang mula-mula berwarna abu-abu kehijau-hijauan, berbentuk lonjong. Becak-becak ini kemudian meluas dan membesar berwarna keabu-abuan dengan bagian tengah berwarna coklat kehitam-hitaman. Apabila serangannya cukup berat pelepah daunnya membusuk. Penyakit ini akan lebih cepat berkembang apabila sering terjadi sentuhan antara tanaman yang sehat dengan yang sakit, misalnya pada penanaman dengan jarak tanam rapat.
Cara pengendalian yaitu dengan menanam varietas-varietas yang tahan.
5. Penyakit noda palsu
Penyebabnya adalah cendawan Ustilagonoideae virens. Kerusakan yang ditimbulkan yaitu terdapat pada bulir/ buah padi. Dengan ditandai oleh bentuk yang tidak normal karena penuh dengan spora-spora cendawan tersebut. Bentuknya seperti gumpalan besar dengan bagian luarnya berwarna hijau dan bagian dalamnya berwarna kuning. Pengendalian dengan mengumpulkan malai yang terserang untuk kemudian dibakar.

C. Penyakit yang disebabkan oleh virus
1. Penyakit Tungro (penyakit habang)
Penyakit ini ditularkan oleh penyebab hama wereng, yaitu Nephotetik apicalis, Tanaman padi yang terserang tumbuhnya kerdil, dengan daun-daun yang menguning, warna kuning tersebut dimulai dari ujung daun. Pada daun yang berwarna kuning ini sering dijumpai adanya bintik-bintik berkarat berwarna coklat tua.








2. Penyakit kerdil kuning (Yellow dwarf)
Penyakit ini ditularkan oleh penyebab hama wereng, yaitu Nephotetik apicalis dan Nephotetik inpictiseps, Tanaman padi yang terserang mempunyai warna daun hijau kuning, dengan variasi antara putih kekuning-kuningan sampai hijau kekuning-kuningan. Pada serangan yang lanjut tanaman menjadi kerdil dengan pembentukan anakan yang berlebihan.




3. Penyakit rumput kerdil (grassy-stunt)
Penyakit ini ditularkan oleh Nilaparpata lugens (serangga penyebab hama wereng). Tanaman padi yang terserang tumbuhnya amat kerdil, dengan daun-daun berwarna kuning pucat, tumbuhnya tegak, sempit, dan runcing dan terdapat bintik-bintik kecil berwarna coklat hitam. Pembentukan anakannya juga berlebihan. Tanaman yang terserang ini tetap dapat hidup tetapi tidak mampu membentuk malai atau dapat membentuk malai tetapi jumlahnya sangat sedikit.
Pengendalian terhadap penyakit-penyakit virus tersebut dapat dilakukan dengan jalan :
a. menanam varietas-varietas padi yang tahan
b. mengendalikan serangga-serangga penyebabnya
c. mencabut tanaman yang sakit dan rerumputan untuk kemudian memusnahkannya



3. Tumbuhan pengganggu dan cara pengendaliannya
Tumbuhan pengganggu merupakan salah satu factor yang dapat menyebabkan turunnya hasil panen dan mutu gabah. Dari percobaan-percobaan yang dilakukan di IRRI maupun di LPPP Bogor, menunjukkan bahwa rumput dapat menurunkan hasil panen sampai 24-48 %. Turunnya hasil panen ini disebabkan karena factor :
a. adanya saingan dalam mendapatkan air, unsure hara, sinar matahari dan tempat untuk tumbuh antara tanaman padi dengan tumbuhan pengganggu.
b. kadang-kadang tumbuhan pengganggu dapat pula menjadi tanaman inang bagi hama/penyakit tadi, seperti leaf hopper, penggerek batang padi, dan lain-lain.
c. akan menambah biaya pemeliharaan/ penyiangan
d. dapat menutup saluran pemasukan maupun pembuangan air irigasi, sehingga pengairan terganggu.
Faktor yang mendorong banyaknya tumbuhan pengganggu di tanah sawah adalah adanya kondisi tanah sawah yang sangat baik untuk hidupnya beberapa tumbuhan pengganggu. Disamping itu tumbuhan pengganggunya sendiri juga menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak dengan viabilitas pada umumnya tinggi.
Pada pertanaman padi sawah biasanya terdapat tiga golongan tumbuhan pengganggu, yaitu :
1. Grasses (Graminae)
Yaitu rumput yang mempunyai daun panjang, sempit dan berjajar dua. Biasanya daunnya tipis dengan urat-urat daun yang sejajar dan mempunyai batang yang bulat dan berlobang.
Contohnya :
a. Echinochloa colona L. : Tuton (Jawa), Jajagoan leutik (Sunda)
b. Echinochloa crus-galli P. : Jawan (Jawa), gagajahan (Sunda)
2. Cyperaceae
Tumbuhan ini hamper serupa dengan grasses. Batangnya bersegi tiga atau segi empat, tidak berlobang, mempunyai daun berjajar tiga. Kerap kali mempunyai rhizom.
Contohnya :
a. Cyperus rotundus L.
Teki (Jawa, Sunda).

b. Fimbristylis miliaceae V.
Adas-adasan, sunduk welut, Tumbaran (Jawa)

3. Tumbuhan Dikotil
Tumbuhan ini pada umumnya berdaun lebar dan berurat seperti jaringan.
Contoh :
a. Ageracum conyzoides L.
Wedusan, Bandotan (Jawa), Babadotan, Jukut bau (Sunda)
b. Phyllanthus niruri L.
Meniran (Jawa), Memeniran (Sunda).


Cara-cara pengendalian terhadap tumbuhan pengganggu ini dapat dilakukan dengan jalan mengatur :
1. Pengolahan tanah yang intensif
Pengolahan tanah yang dikerjakan dengan baik, akan mengurangi populasi tumbuhan pengganggu, sehingga penyiangannya menjadi lebih mudah dan biayanya lebih murah.
2. Penyiangan
Penyiangan secara mekanis akan lebih efisien daripada dengan tangan. Untuk mempermudah penyiangan secara mekanis, sebaiknya cara bertanamnya dalam bentuk barisan. Disamping itu air irigasi juga harus tersedia dalam keadaan cukup, sehingga rotary weeder dapat bekerja secara efektif.
Berapa kali penyiangan harus dilakukan adalah tergantung pada banyak dan sedikitnya rumput yang tumbuh serta tersedianya air irigasi. Biasanya penyiangan akan lebih mudah dikerjakan pada umur 20-40 hari setelah tanam.
Rotary weeding biasanya dapat dikombinasikan dengan hand weeding. Akan tetapi apabila hanya dilakukan dengan hand weeding, sebaiknya dilakukan sebelum umur 30 hari setelah tanam.
Percobaan di IRRI menunjukkkan bahwa dengan hand weeding diperlukan waktu 120 jam per hektar. Sedang dengan rotary weeding diperlukan 70 jam per hektar.
3. Mengatur Pengairan
Bila air irigasi tersedia cukup banyak dan mudah diperoleh, sebaiknya dilakukan pengairan semenjak tanaman padi masih muda, dengan maksud untuk mencegah tumbuhnya tumbuhan pengganggu lebih banyak terutama golongan grasses.
Dalamnya air pengiran paling sedikit 2,51 cm dan dapat divariasikan 5-10 cm, sesuai dengan tingginya tanaman padi. Mengairi sawah sebaiknya dimulai 3-4 hari setelah tanam, dapat mencegah tumbuhnya tumbuhan pengganggu.
4. Penggunaan bahan-bahan kimia (herbisida)
Herbisida yang biasa dipakai untuk memberantas tumbuhan pengganggu adalah 2,4 D, 2,4,5-T, MCPA, Stam F-34, dan lain-lain.

VIII. PANEN DAN PENGOLAHAN HASIL

1. Panen
Bilamanakah padi itu dapat dipanen, adalah tergantung kepada beberapa faktor, antara lain varietas padi yang ditanam, keadaan iklim dan cara-cara bercocok tanam. Panen harus segera dilakukan apabila buah padi sudah cukup dianggap masak, kurang lebih 80 % dari hamparan padi telah masak. Panen yang kurang tepat pada waktunya akan dapat menurunkan kualitas dari gabah maupun beras.

Sebagai pedoman untuk menentukan saat panen dapat dilakukan dengan cara :
1. Menghitung umur tanaman mulai fase pembungaan. Berdasarkan umur ini maka panen dapat dilakukan :
a. Pada umur 30-35 hari setelah berbunga merata. Panen pada saat periode ini mengakibatkan berat 1.000 butir gabah bertambah tetapi kwalitasnya menurun.
b. Pada umur 25-30 hari setelah berbunga merata. Panen pada saat periode ini mengakibatkan prosentase beras kepala bertambah tetapi ada kemungkinan produksinya menurun.
2. Menghitung kadar air dari bulir-bulr. Saat panen yang tepat dapat dilakukan apabila kadar air dari bulir-bulir padi berkisar antara 23-27 %.

Pada fase pemasakan bulir-bulir padi terdapat 4 stadia masak, yaitu :
1. Stadia masak susu (milk stage).
Pada stadia ini tanaman padi masih berwarna hijau tetapi malai-malainya sudah terkulai. Ruas batang bawah sudah kelihatan kuning. Gabahnya apabkeluar bila dipijit dengan kuku keluar cairan seperti susu. Stadia masak susu terjadi kurang lebih pada 10 hari setelah fase berbunga merata.
2. Stadia masak kuning (soft dough stage)
Terjadi kurang lebih 7 hari setelah stadia masak susu. Pada stadia ini seluuh tanaman sudah nampak kuning dan hanya buku-buku sebelah atas yang masih berwarna hijau. Sedang isi gabahnya sudah keras, tetapi mudah dipecah dengan kuku.
3. Stadia masak penuh (hard-dough stage).
Terjadi kurang lebih 7 hari setelah stadia masak kuning. Pada stadia ini buku-buku batang sebelah atas berwarna kuning dan batang-batangnya sudah mulai mongering. Isi gabahnya tidak sukar dipecahkan Pada varietas-varietas padi yang mudah rontok, pada stadia ini belum terjadi kerontokan.
4. Stadia masak mati (fully-ripe stage).
Terjadi kurang lebih 6 hari setelah masak penuh. Pada stadia ini isi gabahnya sudah keras dan kering. Varietas-varietas padi yang mudah rontok, sudah terjadi kerontokan.
Produksi padi untuk keperluan benih, mempunyai saat-saat panen yang berbeda dengan produksi untuk tujuan konsumsi. Untuk keperluan benih sebaiknya dipanen pada stadia masak penuh. Sedang untuk tujuan konsumsi, sebaiknya dipanen pada stadia masak kuning.
Setelah ditentukan saat untuk memanenn, maka segeralah dapat dipanen dengan memakai alat-alat ani-ani atau sabit. Pada yang sudah disabit/dipanen, kemudian segera dirontokan dengan alat peontok yang digerakan dengan kaki atau yang digerakan oleh motor listrik.
2. Pengolahan Hasil.
Setelah padi dipanen, padanya perlu diberikan perlakuan-perlakuan tertentu dengan maksud agar supaya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Perlakuan-perlakuan yang diberikan pada padi yang baru dipanen biasanya disebut pengolahan hasil, yang terdiri dari pengangkutan, perontokan, pengeringan, pengepakan, penyimpanan dan pemberasan.
Hasil panen dapat berbentuk padi untuk varietas yang tahan rontok atau gabah untuk varietas yang mudah rontok. Hasil tersebut kemudian diangkut kerumah atau ketempat-tempat pengeringan dengan cara dipikul, diangkut dengan sepeda, gerobak atau truk.

Pengeringan padi atau gabah dapat dikakukan dengan cara alami yaitu dengan cara mekanis/buatan dengan menggunakan alat-alat pengering type bak, kontinyu dan lister.
Pengeringan secara alami yang menggunakan sumber panas matahari, banyak dilakukan di daerah-daerah tropis. Pengeringan secara ini tidak memerlukan banyak alat-alat pengering, karena cukup dengan sebuah lantai penjemuran dari ubin atau geribig (anyaman bamboo) dan dengan tenaga kerja yang cukup. Pengeringan diatas lantai ubin harus sering dibolak balik untuk menghindari pengaruh buruk sebagai akibat naiknya suhu lantai penjemuran yang dapat mencapai sampai 60o-70o C. Kenaikan suhu lantai ini dapat menyebabkan penguapan air dari gabah terlalu cepat sehingga dapat mengakibatkan keretakan. Padahal gabah yang retak dapat menurunkan kwalitas beras.
Hasil panen yang berbentuk gabah, pengeringannya dapat berlangsung 2-3 hari asalkan cuaca pada waktu itu tidak berawan. Sedang yang berbentuk padi, pengeringannya berlangsung sampai 7-10 hari. Cara-cara pengeringan untuk hasil panen berbentuk padi dapat diatas lantai atau diatas rak dalam ikatan yang ditumpuk dengan memakai tonggak dengan ikatan-ikatan padi yang didirikan. Pengeringan ini dapat dilakukan di halaman rumah, di pematang sawah, di tepi jalan, dengan alas jerami kering atau tikar.
Pengeringan secara buatan (artificial) biasanya dilakukan dinegara-negara yang sudah maju, terutama dinegara-negara yang cuacanya tidak memungkinkan dilakukan pengeringan secara alami. Di Indonesi pengeringan secara ini belum banyak dilakukan oleh petani.
Dasar dari pada pengeringan secara buatan ialah mengusahakan terjadinya evaporasi air dari gabah/padi. Penguapan tersebut dapat terjadi apabila tekanan uap dalam gabah/padi lebih tinggi dari pada tekanan uap dari udara sekelilingnya. Dan proses pengeringan baru akan terhenti apabila telah dicapai keseimbangan antara kedua tekanan uap itu.
Dibanding dengan pengeringan secara alami, maka pengeringan secara buatan mempunyai keuntungan-keuntungan :
1. Memungkinkan panen lebih awal sehingga mengurangi kerusakan atau kehilangan karena cuaca buruk.
2. Setiap saat dapat dilakukan karena tidak tergantung pada keadaan cuaca seperti pada pengeringan secara alami.
3. Pengeringan secara buatan berjalan lebih cepat yaitu hanya beberapa jam saja.
4. Cara bekerjanya dapat dikntorl dengan teliti, sehingga kadar air gabah/padi dapat ditekan mendekati ketentuan yang dikehendaki. (13-14%).
Setelah gabah/padi dikeringkan, maka diperlukan tempat penyimpanan sambil menunggu saat yang baik untuk dijual atau digiling menjadi beras. Untuk mempertahankan mutu gabah atau padi tetap tinggi, penyimpanan perlu dilakukan dengan cara yang baik dan pada gudang yang memenuhi syarat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan gabah atau padi, ialah :
1. Gudang penyimpanan harus memenuhi syarat-syarat :
a. Cukup luas dan cukup ruangan.
b. Cukup ventilasi untuk menjamin sirkulasi udara yang baik.
c. Bebas dari hama serangga maupun tikus.
d. Bersih dan mudah dibersihkan.
e. Dibuat dari bahan-bahan yang kuat.
f. Bangunannya cukup tinggi.
2. Gudang penyimpanan agar dekat dengan tempat pengeringan, untuk pengeringan kembali bilamana perlu.
3. Tidak boleh dekat dengan tempat penyimpanan pupuk atau insektisida.
4. Karung-karung atau tempat penyimpanan lainnya diatur sedemikian rupa sehingga merupakan susunan yang baik.
5. Susunan tempat penyimpanan diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan pengambilan.
Tergantung pada bentuk hasil panen, gabah atau padi, maka tempat penyimpananya dapat berupa karung goni, kaleng minyak tanah atau ruangan biasa. Penyimpanan gabah dirumah-rumah petani yang biasanya jumlahnya relative sedikit, dapat didalam karung, sedang kalau padi didalam ruangan.
Untuk penyimpanan didalam karung goni, sebaiknya karungnya harus bersih dan jangan memakai karung-karung bekas untuk menjaga kemungkinan terjadinya infeksi dari karung berkas tersebut. Karung yang berisi gabah disusun dalam tumpukan yang teratur dan dalam ukuran yang sama, untuk mempermudah pengawasan dan pemberantasan hama gudang. Susunan karung dibuat sedemikian rupa sehingga yang lama terletak disebelah atas dan yang baru disebelah bawah. Sedang bentuk tumpukannya dibuat berselang seling yang satu membujur dan diatasnya melintang, untuk mencegah kekeringan. Perlu diperhatikan bahwa tumpukan karung tidak boleh menyentuh lantai untuk mencegah kerusakan oleh binatang pengerat.
Tempat penyimpanan karung, biasanya didalam gudang baik yang bersifat permanent maupun yang semipermanent, asalkan syarat-syaratnya sudeh dipenuhi. Untuk penyimpanan dalam kaleng minyak tanah, diusahakan agar supaya kalengnya dapat ditutup rapat. Biasanya gabah yang masih hangat dari penjemuran/pengeringan, segera dimasukkan kedalam kaleng tersebut secukupnya (kira-kira 12 Kg). Untuk menjaga mutu gabah maka perlu diberi kpas yang telah ditetesi 1 cc CS2. Kemudian tutuplah kaleng tersebut rapat-rapat sehingga tidak ada kemungkinan perembesan udara dari luar. Untuk ini biasanya tutup kaleng disegel dengan paraffin yang telah dicairkan terlebih dahulu. Dengan penyimpanan seperti ini mutu gabah dapat dipertahankan sampai lebih dari satu tahun.
Penyimpanan dalam bentuk lain yang banyak digunakan oleh petani ialah dalam silo. Alat penyimpanan seperti ini dibuat dari papan kayu yang kuat didalamnya dilapisi denga seng. Biasanya untuk menyimpan gabah dengan jalan dimasukkan dari sebelah atas dan setelah penuh kemudian ditutup. Sedang untuk mengambil gabahnya apabila diperlukan, dapat dengan membuka penutup lubang pengeluaran yang ada dibagian bawah.
Disamping silo, sering juga penyimpanan dilakukan didalam ruangan biasa, khususnya di peruntukan hasil panen yang berbentuk padi. Lantai ruangan biasanya dibuat dari semen dengan ketinggian ½ meter dari tanah. Cara penyimpanannya dengan jalan ditumpuk dalam bentuk persegi panjang atau bujur sangkar berukuran 2x 2 m.

3. Rendeman Beras dan Angka Konversi.
Setiap tindakan dalam pengolahan padi/gabah adalah bertujuan untuk mendapatkan kwalitas dan rendeman beras yang tinggi. Kwalitas beras yang baik dinilai terhadap banyaknya beras utuh, warna beras, jumlah kotoran, banyaknya gabah yang belum terkupas, banyaknya kerikil, kadar air serta banyaknya butiran-butiran yang mengapur. Sedang yang dimaksud denga rendeman beras ialah angka perbandingan berat hasil olah berupa beras terhadap bahan olah berupa padi atau gabah yang dinyatakan dalam persen.
Tinggi rendahnya kwalitas dan rendeman beras dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu :
1. Keadaan butir gabah itu sendiri, seperti derajat kemasakan, derajat kehampaan, kadar air dan kerapuhan.
2. Faktor lingkungan, seperti iklim, hama, dan penyakit, suhu, dan kelembaban.
3. Faktor pengolahan yaitu factor alat dan cara-cara penggunaannya.
Padi atau gabah dapat diolah menjadi beras dengan memakai alat-alat tradisional (tumbuk, kiseran/kincir), Engelberg type huller, Rubber roll huller, Rice milling unit dan Penggilingan padi.
Dengan alat tradisional ajkan dihasilkan beras pecah kulit yang mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tetapi berasnya tidak dapat disimpan lama dan cepat berbau apek. Disamping itu berasnya juga lebih disukai oleh insekta. Dengan alat ini akan diperoleh prosentase beras utuh 50-54 %. SEdang apabila memakai huller dan rice mill, akan diperoleh beras yang nilai gizinya rendah, tetapi dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Dengan menggunakan huller menghasilkan beras utuh yang lebih rendah dari pada rice mill. Demikian pula kapasitas huller lebih rendah dari pada rice mill tetapi lebih tinggi dari cara-cara tradisional.
Angka konversi ialah angka perbandingan berat padi atau gabah kering giling terhadap berat padi atau gabah kering panen. Dalam hubungannya dengan mata rantai pengolahan dan pemasaran padi/gabah,maka pentingsekali untuk mengetahui baik angka rendeman maupun angka konversi, karena berguna untuk:
1. Kontrak giling antara pedagang padi/gabah dengan perusahaan penggilingan.
2. Transaksi perdagangan padi, gabah atau beras pecah kulit.
3. Pengarahan peningkatan produksi beras melalui pemilihan dan seleksi varietas padi.
4. Kebijaksanaan pengadaan, import dan pemilihan type alat pengolah.
5. Pendugaan produksi dan pengadaan beras.